Minggu, 20 Desember 2009

Standar Sarana dan Prasarana Sekolah

LATAR BELAKANG
Pelaksanaan pendidikan nasional harus menjamin pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cerdas, produktif, dan berdaya saing tinggi dalam pergaulan nasional maupun internasional. Untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan tersebut, Pemerintah telah mengamanatkan penyusunan delapan standar nasional pendidikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimum tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.Pelaksanaan pembelajaran dalam pendidikan nasional berpusat pada peserta didik agar dapat:


(a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
(b) belajar untuk memahami dan menghayati,
(c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
(d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan
(e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Untuk menjamin terwujudnya hal tersebut diperlukan adanya sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana yang memadai tersebut harus memenuhi ketentuan minimum yang ditetapkan dalam standar sarana dan prasarana.Standar sarana dan prasarana ini untuk lingkup pendidikan formal, jenis pendidikan umum, jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu: Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Standar sarana dan prasarana ini mencakup:
1. kriteria minimum sarana yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah,
2. kriteria minimum prasarana yang terdiri dari lahan, bangunan, ruang-ruang, dan instalasi daya dan jasa yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah.
PENGERTIAN
1. Sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah.
2. Prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah.
3. Perabot adalah sarana pengisi ruang.
4. Peralatan pendidikan adalah sarana yang secara langsung digunakan untuk pembelajaran.
5. Media pendidikan adalah peralatan pendidikan yang digunakan untuk membantu komunikasi dalam pembelajaran.
6. Buku adalah karya tulis yang diterbitkan sebagai sumber belajar.
7. Buku teks pelajaran adalah buku pelajaran yang menjadi pegangan peserta didik dan guru untuk setiap mata pelajaran.
8. Buku pengayaan adalah buku untuk memperkaya pengetahuan peserta didik dan guru.
9. Buku referensi adalah buku rujukan untuk mencari informasi atau data tertentu.
10. Sumber belajar lainnya adalah sumber informasi dalam bentuk selain buku meliputi jurnal, majalah, surat kabar, poster, situs (website), dan compact disk.
11. Bahan habis pakai adalah barang yang digunakan dan habis dalam waktu relatif singkat.
12. Perlengkapan lain adalah alat mesin kantor dan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendukung fungsi sekolah/madrasah.
13. Teknologi informasi dan komunikasi adalah satuan perangkat keras dan lunak yang berkaitan dengan akses dan pengelolaan informasi dan komunikasi.
14. Lahan adalah bidang permukaan tanah yang di atasnya terdapat prasarana sekolah/madrasah meliputi bangunan, lahan praktik, lahan untuk prasarana penunjang, dan lahan pertamanan.
15. Bangunan adalah gedung yang digunakan untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah.
16. Ruang kelas adalah ruang untuk pembelajaran teori dan praktik yang tidak memerlukan peralatan khusus.
17. Ruang perpustakaan adalah ruang untuk menyimpan dan memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka.
18. Ruang laboratorium adalah ruang untuk pembelajaran secara praktik yang memerlukan peralatan khusus.
19. Ruang pimpinan adalah ruang untuk pimpinan melakukan kegiatan pengelolaan sekolah/madrasah.
20. Ruang guru adalah ruang untuk guru bekerja di luar kelas, beristirahat, dan menerima tamu. 21. Ruang tata usaha adalah ruang untuk pengelolaan administrasi sekolah/madrasah.
22. Ruang konseling adalah ruang untuk peserta didik mendapatkan layanan konseling dari konselor berkaitan dengan pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir.
23. Ruang UKS adalah ruang untuk menangani peserta didik yang mengalami gangguan kesehatan dini dan ringan di sekolah/madrasah.
24. Tempat beribadah adalah tempat warga sekolah/madrasah melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama masing-masing pada waktu sekolah.
25. Ruang organisasi kesiswaan adalah ruang untuk melakukan kegiatan kesekretariatan pengelolaan organisasi peserta didik.
26. Jamban adalah ruang untuk buang air besar dan/atau kecil.
27. Gudang adalah ruang untuk menyimpan peralatan pembelajaran di luar kelas, peralatan sekolah/madrasah yang tidak/belum berfungsi, dan arsip sekolah/madrasah.
28. Ruang sirkulasi adalah ruang penghubung antar bagian bangunan sekolah/madrasah.
29. Tempat berolahraga adalah ruang terbuka atau tertutup yang dilengkapi dengan sarana untuk melakukan pendidikan jasmani dan olah raga.
30. Tempat bermain adalah ruang terbuka atau tertutup untuk peserta didik dapat melakukan kegiatan bebas.
31. Rombongan belajar adalah kelompok peserta didik yang terdaftar pada satu satuan kelas.
PRASANA SEKOLAH
Sebuah SD/MI sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. laboratorium IPA,
4. ruang pimpinan,
5. ruang guru,
6. tempat beribadah,
7. ruang UKS,8. jamban,
9. gudang,
10. ruang sirkulasi,
11. tempat bermain/berolahraga.
Sebuah SMP/MTs sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. ruang laboratorium IPA,
4. ruang pimpinan,
5. ruang guru,
6. ruang tata usaha,
7. tempat beribadah,
8. ruang konseling,
9. ruang UKS,
10. ruang organisasi kesiswaan,
11. jamban,
12. gudang,
13. ruang sirkulasi,
14. tempat bermain/berolahraga.
Sebuah SMA/MA sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. ruang laboratorium biologi,
4. ruang laboratorium fisika,
5. ruang laboratorium kimia,
6. ruang laboratorium komputer,
7. ruang laboratorium bahasa,
8. ruang pimpinan,
9. ruang guru,
10. ruang tata usaha,
11. tempat beribadah,
12. ruang konseling,
13. ruang UKS,
14. ruang organisasi kesiswaan,
15. jamban,
16. gudang,
17. ruang sirkulasi,
18. tempat bermain/berolahraga

Perbaikan Standar Isi Berdasaran SKL

Mengapa Kurikulum Perlu Berubah?
Dunia sekeliling siswa berubah tiap saat. Kebutuhan peningkatan kompetensi siswa berkembang searah dengan tantangan pengembangan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah melahirkan jenis-jenis pekerjaan baru yang tidak dapat diduga jauh sebelumnya.
Perubahan kurikulum itu dipandang perlu untuk meraih target pencapaian tujuan yang lebih baik. Fokus pencapaiannya ialah meningkatkan kesiapan siswa melanjutkan pendidikan dan mempersiapkan mereka agar dapat hidup mandiri. Lebih dari itu perubahan kurikulum diperlukan untuk meningkatkan daya saing sekolah dalam menghasilkan mutu lulusan yang lebih baik. Produknya adalah citra sekolah sebagai pemberi pelayanan adaptif terhadap perubahan jaman demi memuaskan siswa.
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan industri telah menghasilkan berbagai jenis pekerjaan yang baru. Interaksi antar bangsa yang diintegrasikan oleh teknologi informasi dan komunikasi serta pesatnya perkembangan alat transportasi telah mempercepat perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain. Bersamaan dengan itu perlombaan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan industri telah mempercepat perubahan dalam segala bidang sehingga kehidupan berada pada daya kompetisi yang semakin ketat. Lembaga pendidikan jauh tertinggal di belakang perkembangan industri yang bergerak dengan dukungan inovasi tanpa henti.
Menghadapi tantangan seperti itu, maka tak ada pilihan bagi pendidikan selain melakukan perubahan yang lebih cepat lagi. Hal ini agar pendidikan tidak semakin jauh berada di belakang, pelayanan pendidikan perlu menyesuaikan dengan perkembangan dunia kerja. Sekalipun siswa menghadapi ketidakpastian yang semakin tinggi karena tidak seluruh pekerjaan masa depan dapat diprediksi. Berbagai inovasi perlu terus dikembangkan dalam rangka menuju perubahan ke arah pengembangan yang dapat mestimulasi lahirnya gagasan baru untuk mampu menghadapi tantangan pekerjaan yang ada. Keterampilan beradaptasi dan ekuatan tersembunyi (hidden life skill) yang baru muncul tatkala orang terjepit masalah perlu diasah melalui berbagai simulasi. Perlu terus dikembangkan keterampilan berpikir kritis dan kecerdasan emosional agar dapat mengembangkan cara, ide, dan teknik baru dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Jenis Pekerjaan Baru Bermunculan dan Segera Menjadi Usang
Meningkatnya perang teknologi informasi dan komunikasi dalam kehidupan modern telah melahirkan banyak jenis pekerjaan baru. Berbagai jenis pekerjaan muncul tanpa dapat diprediksi sebelumnya. Beberapa contoh diantaranya nada dering handphone, kios penjual pulsa, dan berbagai usaha berbasis SMS.
Perdagangan berbasis internet kini tumbuh pesat di seluruh dunia. Ratusan ribu orang berinteraksi dalam denyut komunitas perdagangan dunia mengalahkan volume pasar mana pun. Transaksi berbagai hal melalui internet telah menggerakkan berbagai moda angkutan, baik pesawat, kereta api, truk-truk pendistribusi barang dari satu tempat ke tempat lain. Transaksi finansial dalam bentuk pertukaran uang dapat dikendalikan dari rumah, kantor, bahkan dari jalan-jalan yang diregulasi oleh bank berbasis elektronik. Bahkan bank percaya untuk menyerahkan uang kepada pengunjung gerai ATM tanpa keraguan.
Lima tahun lalu banyak jenis pekerjaan yang belum ada, namun belakangan menjadi model-model pekerjaan baru yang muncul dengan cepat dan tingkat kebaruannnya akan habis dalam waktu yang cepat karena muncul jenis pekerjaan baru yang lainnya. Fenomena ini menegaskan bahwa sekolah harus dapat beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan lingkungan karena segala sesuatu dalam kehidupan kita, tak ada kecuali mengalami perubahan. Bahkan model perubahan pun dengan cepat pula berubah.
Daya Adaptasi Sekolah
Daya adaptasi sekolah dalam mengimbangi kecepatan perubahan peradaban seperti pada perkembangan penerapan teknologi informasi dan komunikasi bergantung pada kapasitas tiap individu maupun kelompok komunitas warga sekolah dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan menerapkan ilmu pengetahuan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan penguasaan keterampilan terbaik secara berkelanjutan telah menjadi variabel utama penunjang daya ubah sekolah. Kegiatan belajar warga sekolah menjadi sentral kekuatan utama yang menjadi daya pengubah. Sekolah yang efektif adalah sekolah yang dapat menjadi sebuah organisasi belajar. Proses pergerakannya tidak hanya datang karena untuk menyesuaikan dengan tantangan dari luar, namun pergerakan belajar menjadi inti keseimbangan dalam melaksanakan perubahan yang tumbuh dari dalam karena warga sekolah membangun kultur belajar berkelanjutan.
Kompetensi baru tumbuh dan berkembang untuk saling berkompetisi guna memperoleh citra terbaik, dan kebaikannya segera akan digantikan pula oleh produk baru lain yang lebih baik. Inovasi tumbuh pada komponen sistem yang berkembang secara bertahap namun pasti telah melahirkan banyak hal yang tidak pernah terduga sebelumnya. Teknologi baru seperti pada handphone datang silih berganti dalam waktu cepat, tidak lagi dalam hitungan tahun, namun bulan bahkan dapat lebih cepat daripada itu.
Perubahan Kurikulum dan Pendayagunaan Teknologi
Substansi permasalahan yang sekolah hadapi pada penyempurnaan kurikulum adalah merumuskan profil kompetensi lulusan seperti apa yang sekolah harapkan? Masalahnya pengembangan kurikulum pada hakekatnya ada pada tiap disiplin ilmu. Kompetensinya menyangkut pengetahuan seperti apa yang sebaiknya siswa kuasai, keterampilan apa dan setinggi apa yang sebaiknya siswa kuasai pada tiap mata pelajaran. Untuk mendukung pengetahuan dan keterampilan itu, guru mempertimbangkan materi belajar, dukungan teknologi apa yang sebaiknya siswa gunakan, sumber belajar, metode belajar, dan alat evaluasi yang guru gunakan. Hasil observasi sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah belum efektif mengontrol hal ini. Guru-guru pada umumnya tidak terkondisikan secara professional untuk melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada pencapaian standar.
Dengan semakin canggihnya teknologi informasi dan komunikasi sekolah idealnya sekolah dapat mengembangkan pemikiran tentang bagaimana teknologi dapat membantu guru dalam meningkatkan keunggulan-keunggulan dalam perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran, dan evaluasi belajar. Hal ini berkaitan dengan dukungan teknologi pada fungsi manajemen belajar. Asalkan hal ini termonitor dan setiap target yang hendak dicapai telah disepakati bersama.
Dukungan teknologi juga berkaitan erat dengan bagaimana penggunaannya efektivitas penguasaan materi belajar oleh siswa. Hal itu berkaitan dengan teknologi sebagai sumber belajar, teknologi sebagai media belajar, teknologi sebagai alat bantu mengolah informasi belajar, teknologi sebagai alat untuk mendokumentasikan hasil belajar dan media untuk menunjukkan hasil belajar.
Dari pengalaman penggunaan teknologi di sekolah-sekolah menunjukkan bahwa sekolah yang semakin modern telah semakin banyak menggunakan teknologi untuk memamerkan kebolehan siswa. Pengetahuan yang siswa peroleh maupun keterampilan yang dapat siswa tunjukkan terlihat dan dipamerkan melalui berbagai media termasuk melalui internet.
Sejalan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi strategi pembelajaran pun mengalami perubahan. Teknologi telah memberikan dukungan yang sangat besar terhadap peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan, meningkatkan motivasi guru dan siswa belajar, dan yang tidak kalah penting teknologi telah memberikan peluang melakukan pengulangan belajar sebagai syarat dalam penyempurnaan penguasaan siswa sesuai dengan rancangan kurikulum.
Penyempurnaan KTSP Berbasis Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
Pemamparan di atas mengindikasikan bahwa perbaikan mutu kurikulum yang biasa sekolah lakukan dalam bentuk penyempurnaan perencanaan pembelajaran terutama menyangkut perbaikan Silabus dan RPP meliputi aktivitas peningkatan standar penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dalam realitas kedupan perlu dilakukan tiap tahun. Selebihnya pernyempurnaan itu pada dasarnya harus dapat mendorong siswa agar lebih berdisiplin dan memastikan tumbuhnya penguasaan ilmu dan menerapkan ilmu melalui bergagai langkah di bawah ini :
• Pembaharuan profil lulusan. Hal utama yang perlu sekolah perhatikan adalah standar lulusan. Profil lulusan yang ideal adalah lulusan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan perubahan peradaban, sesuai dengan tantangan jaman secara global. Keberhasilannya ditunjukkan dengan indikator output dalam bentuk produk kreasi siswa, daya kompetisi, daya kolaborasi, tingkat nilai kelulusan, jumlah siswa yang dapat melanjutkan, lolos seleksi pada sekolah lanjutan bermutu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Indikator kinerja itu juga buah dari perbaikan pekerjaan. Sekolah memiliki data perkembangan mutu produknya atas hasil evaluasi diri yang dilaksanakan untuk mengukur pencapaian program.
• Penyempurnaan indikator belajar. Indikator hasil belajar perlu disesuaikan dengan standar mutu lulusan yang diharapkan. Indikator belajar pada dasarnya mencakup penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan menerapkan ilmu pengetahuan yang terintegrasi pada level berpikir dan tindakan. Tingkat kecukupan standar yang sekolah tetapkan pada prinsipnya dielaborasi pada tiap disiplin ilmu. Dasar pertimbangannya adalah pengetahuan yang siswa kuasai sesuai dengan kebutuhannya untuk mengikuti ujian nasional, mengikuti seleksi pendidikan lanjutan yang menjadi target siswa, dan sesuai untuk berkompetisi pada taraf nasional dan internasional. Kompetensi siswa dalam menguasai materi belajar dan bagaimana menunjukkan hasil belajar merupakan komponen penting yang selalu perlu menjadi perhatian guru.
• Penyempurnaan tujuan belajar. Penyempurnaan atau perbaikan indikator belajar siswa pada hakekatnya mencerminkan target-target pencapaian tujuan belajar. Secara akademik puncak dari keberhasilan siswa adalah kriteria ketuntasan minimal (KKM), target rata-rata pencapaian nilai ujian, mutu kejuaraan dalam kompetisi, dan jumlah siswa yang melanjutkan pendidikan. Pada pendidikan tinggi ukuran ditambah dengan jumlah lulusan yang memperoleh atau menciptakan pekerjaan. Indikator pencapaian hasil belajar pada prinsipnya muncul dalam bentuk nilai, dalam bentuk hasil karya menerapkan ilmu pengetahuan, bentuk hasil karya kreatif seperti dalam bidang seni, hasil karya prestasi keterampilan seperti dalam bidang olah raga, dan sikap yang sesuai dengan kriteria yang sekolah harapkan.
• Penyempurnaan materi pelajaran. Tujuan belajar yang digambarkan dengan profil mutu lulusan menentukan jenis dan kedalaman materi pada setiap sekolah. Standar tiap sekolah dapat berbeda karena harus sesuai dengan karakteristik siswa. Tingkat ketersediaan materi, kemudahan untuk memperoleh informasi, tingkat ketersediaan buku, merupakan beberapa variable yang berkaitan dengan sumber belajar. Di samping itu, tinggi rendahnya target siswa belajar, tingkat persaingan belajar yang sekolah kembangkan, kemampuan sekolah menyediakan informasi terbaru dapat mempengaruhi tinggi rendahnya pengetahuan dan minat siswa belajar. Oleh karena itu guru pada tingkat satuan pendidikan yang paling tahu untuk menentukan batas tingkat kedalaman dan keluasan materi belajar yang paling sesuai dengan potensi daya kembang siswa. Pada sekolah yang siswanya terlatih menguasai informasi secara progresif melalui siklus belajar eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi yang dilakukan secara kolaborasi dan secara mandiri dapat menentukan target standar yang tinggi. Sebaliknya pada sekolah-sekolah yang siswanya memiliki tingkat pembiasaan belajar mandiri yang rendah target mereka pun rendah pula.
• Penyempurnaan perencanaan proses pembelajaran. Belajar merupakan serangkaian aktivitas menguasai informasi tentang dunia, dan otak menyimpan informasi itu dari waktu ke waktu. Tidak ada proses penyimpanan informasi tanpa belajar, tetapi tak ada kegiatan belajar tanpa penyimpanan informasi, ini dinyatakan oleh Eric R. Kandel Pemenang Hadiah Nobel bidang Psikologi

manajemen pendidikan tentang adminstrasi dan supervisi pendidikan


A. PENDAHULUAN
Administrasi pendidikan sangatlah penting dalam suatu lembaga pendidikan, karenma dengan maju mundurnya suatu sekolah atau perguruan tinggi juga bias di nilai dari administrasinya
B. ADMINISTRASI PENDIDIKAN]
1. Administrasi Pendidikan
Administrasi pendidikan mempunyai pengertian kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan, serta kegiatan ketatausahaan yang meliputi kegiatan rutin cata mencatat, mendokumentasikan kegiatan, menyelenggarakan surat menyurat dengan segala aspeknya serta mempersiapkan laporan
2. Konsep Administrasi Pendidikan
a. Sistem Pendidikan Nasional
System pendidikan nasional adalah alat satuan kegiatan dan tujuan dalam mencapai cita-cita pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsan (bunyi UU Nomor 2 tahun 1989)
b. Sekolah sebagaio bagian System Pendidikan Nasional
Jenjang pendidikan terdiri atas pendidikan :
- Pendidikan dasar
- Pendidikan menengah
- Pendidikan tinggi
Pendidikan dasar merupakan pendidikan sembilan tahun terdiri dari program pendidikan enam tahun di sekolah dasar dan program pendidikan tiga tahun di sekolah lanjutan pertama (PP Nomor 28 tahun 1990)
Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 29 tahun 1990 tentang pendidikan menengah, pendidikan menengah didefenisikan sebagai pendidikan yang diselenggarakan bagi lulusan pendidikan dasar. Pendidikan menengah mempunyai bentuk satuan pendidikan yang terdiri dari a) sekolah menengah umum b) sekolah menengah kejuruan c) sekolah menengah keagamaan d) sekolah menengah kedinasan e) sekolah menengah luar biasa
3. Fungsi Administrasi Pendidikan
Bahwa dalam proses belajar mengajar sekolah itu membutuhkan tenaga administrasi pendidikan yang mampu mengembangkan pengajaran di sekolah tersebut. Oleh karena itu dalam proses admionistrasi pendidikan perlu ditetapkan beberapa hal antara lain :
a. Perencanaan
Perencanaan adalah pemilihan dari sejumlah alternative tentang penetapan prosedur pencapain serta sumber yang dapat disediakan untuk mencapai tujuan tersebut.
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian di sekolah dapat didefenisikan sebagai keseluruhan proses untuk memilih orang – orang (guru personel sekolah lainnya) serta mengalokasikan prasarana dan sarana untuk menunjang tugas-tugas orang0orang itu dalam rangka mencapai tujuan sekolah.
Pengorganisasian ini seperti penetapan tugas, tanggung jawab serta wewenangnya. Menurut Siagian (1985) mengemukakan prinsip pengorganisasian itu adalah :
Organisasi itu mempunyai tujuan yang jelas
? Tujuan itu harus dipahami, dan diterima oleh setiap anggota organisasi
? Adanya kesatuan arah
? Adanya kesatuan perintah
? Adanya kesimbangan antara wewenang dan tanggung jawab seseorang dalam melaksanakan tugasnya
? Adanya pembagian tugas yang jelas
? Adanya struktur organisasi]
? Adanya balas jasa yang setimpal
? Penempatan orang yang bekerja sesuai dengan kemampuan
c. Pengarahan
Pengarahan diartikan sebagai suatu usaha untuk menjaga agar apa yang telah direncanakan dapat berjalan seperti dikehendaki, kegiatan pengerahan ini dapat dilakukan dengan :
a) melaksanakan orientasi tentang pekerjaan yang akan dilakukan atau kelompok
b) memberikan petunjuk umum atau petunjuk khusus, baik lisan atau tulisan secara langsung maupun tidak langsung (Suharsimi 1988)
d. Pengorganisasian
Pengoganisasian di sekolah diartikan sebagai usaha untuk menyatupadukan kegiatan dari berbagai individu atau unit sekolah agar kegiatan mereka berjalan selaras dengan anggota atau unit lainnya dalam berbagai acara seperti :
a) melaksanakan penjelasan singkat (briefing)
b) mengadakan rapat kerja
c) memberikan petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
d) memberikan balikan tentang hasil suatu kegiatan
e. Pembiayaan
Pembiayaan sekolah adalah kegiatan mendapatkan biaya serta mengelola anggaran pendapatan dan bvelanja pendidikan
f. Penilaian
Maksud penilaian in adalah untuk
a) untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan apakah pada akhir suatu periode kerja, pekerjaan tersebut berhasil
b) menjamin cara bekerja yang efektif dan efisien
c) memperoleh fakta-fakta tentang kesukaran-kesukaran dan untuk menghindari situasi yang dapat merusak serta
d) mengajukan kesanggupan para guru dan orangtua murid dalam mengembangkan organisasi sekolah
4. Peranan Guru Dalam Administrasi Pendidikan
Di dalam Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 1992 pasal 20 disebutkan bahwa “Tenaga kependidikan yang akan ditugaskan bekerja sebagai pengelola satuan pendidikan dan pengawas pada jebjabf pendidikan dasar dan menengah dipilih dari kalangan guru”
C. SUPERVISI PENDIDIKAN
Dalam undang-undang no 20 tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional Bab I pasa I point 1 dijelaskan bahwa pendidikan adalah uisaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar danproses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepruibadian, kecerdasan akhlak muliaserta keterampilan yang diperlukandiriany, masyarakat, bangsa dan Negara.
Secara garis besarnya ruang lingkup supervise pendidikan meliputui bidang ketatusahaan, ketenagaan, program kegiatan belajar, penilaian perkembangan anak, program kegiatan tahunan , sarana prasarana keuangan, disiplin dan tata tertib, pelaksanaan pembinaan professional, hubungan sekolah dengan masyarakat dan UKSserta mekanisme pelaksanaan dan pelaporannya.
I. Kelembagaan
1. Kelembagaan
Dalam kelembagaan ini sekolah, apa dasar hokum keberadaan sekolah yaitu undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional dan apa syarat pendirian sekolah, danproses izin operasional sekolah
2. Petugas Tata Usaha dan Ketatausahaan
Dalam ketatausahaan yang dapat diperhatikan dan disupervisi adalah permasalahannya :
a. Apakah ada tenaga khusus yang menangani masalah ketatausahaan dalam sekolah tersebut dan meliputi apa saja
b. Bagaimana status kepegawaian tata usaha dan apa izajah yangdimiliki oleh petugas tata usaha
c. Apakah tugas tata usaha itu telah memenuhi syarat atau memiliki kompetensi personal kompetensi, professional dan kemampuan social
d. Buku administrasi apa saja yang dimiliki oleh sekolah
e. Kegiatan apa saja yang termasuk administrasi keanakdidikan yang telah dilaksanakan
f. Dan lain-lainnya yang berhubungan dengan ketatausahaan
3. Ketenagaan Kependidikan dan Tugasnya
Dalam bidang kependidikan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Kepala Sekolah
• Apakah ijazah yang dimiliki oleh kepala sekolah, apakah D1, D2, D3 atau S 1 bahkan sampai professor
• Status kepegawaiannya yaitu PNS atau sebagai kepala sekolahyang diangkat oleh Yayasan/ Swasta
• Berapa lama masa kerjanya berdasarkan Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam Nomor E/101/2001 tanggal 24 Aprl 2001 tentang penugasanguru pegawai negeri sipil sebagai Kepala Madrasah/ Sekolah di lingkungan Departemen Agama, masa kerjanya satu (1) kali selama 4 tahun. Dan apabila kepala sekolah tersebut berprestasi masa kerjkanya dapat diusulkan untuk masa jabatan kedua
• Pendidikan dan latihan/ penataran apa saja yang harus diikutinya
• Buku/ instrument apa saja yang harus dimiliki oleh kepala sekolah dan masih banyak lagi yang harus dilaksanakannya
b. Guru-guru
Pada dasarnya sama dengan kepala sekolah latar belakangnya
c.
4. Kegiatan Belajar Mengajar
Penggunaan kurikulum dalam proses belajar seperti :
a. Kurikulum 1996
b. Kurikulum 2004 (KBK 2004)
c. Kurikulum KTSP 2006
Kurikulum-kurikulum tersebut sebagai bahan ajar yang dipakai oleh masing-masing sekolah
5. Penilaian Perkembangan Anak
Penilaian terhadap anak didik bias melalui :
a. Pengamatan, pengamatan langsung terhadap sikap dan perilaku anak
b. Pencatatan anekdot, kumpulan catatan tentang sikap dan perilaku anak dalam situasi tertentu
c. Kesimpulan catatan meliputi aktivitas anak yang bersifat positif/ negative
d. Pemberian tugas yaitu dengan 3 macam cara :
? Penilaian terhadap hasil pekerjaan/ buatan anak
? Perbuatan/ perilaku anak
? Percakapan
6. Program Kerja Tahunan
Kepala sekolah/ guru diharapkan menyusun program kerja tahunan untuk satu (1) tahun ke depan beberapa tahun ke depan
7. Tata tertib
Sudah tata tertib ini dijalankan oleh kepala sekolah, guru serta komponen-komponen sekolah
II. Pelaksanaan Supervisi
Dalam mewujudkan keberhasilan pendidikan di sekolah dan usaha professional, kelanjutan kunjungan pengontrolan (supervisi) oleh pengawas utama hendaknya dilaksanakan secara teratur dan berkesinambungan. Agar pelaksanaan tersebut dapat berjalan dengan baik maka perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
2.1. Penyusunan Program
Sebelum mengadakan supervise, pengawas perlu membuat program. Program tersebut seperti yang telah dijabarkan sebelumnya
2.2. Persiapan
Adapun persiapan-persiapan tersebut meliputi :
a. Format/ instrument supervise
b. Materi pembinaan/ supervise
c. Buku catatat
d. Data supervise/ pembinaan sebelumnya
2.3. Pelaksanaan
Pelaksanaan supervisi diarahkan kepada sasaran supervisi dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan, langkah-langkahnya sebagai berikut :
a. Teknis pelaksanaan, yaitu dengan cara antara lain :
? Kunjungan kelas
? Observasi kelas
? Wawancara
? Observasi administrasi dan sarana pendidikan
b. Lankah-langkah pelaksanaan
? Pengawas menyiapkan alat/ instrument yangdiperlukan
? Datang ke sekolah terlebih dahulu menemui kepala sekolah/ yang mewakili
? Mengdakan supervisi dan pertemuan dengan kepala sekolah
2.4. Tindak Lanjut Supervisi
Setelah melaksanakan supervisi dapat dilaksanakan tindak lanjut sebagai berikut :
1. Anak didik
Adakah anak didik yangkurang aktif maupun anak didik yang aktif
2. Guru
Apakah guru-guru yang mengajar di sekolah tetrsebut guru yang professional atau guru yang kurang profesional
3. Kepala Sekolah
Apabila kepala sekolah yang belum sempurna administrasi pengajarannya, perlu diberikan bimbingan baik melalui pelatihan, penataran dan studi banding ke sekolah-sekolah lain yang dianggap lebih baik
2.5. Pelaporan
Setelah program supervisi ke sekolah dilaksanakan pengawas maka aghar menyususn laporan yang merupakan rekaman dari hasil pelaksanaan supervisi tersebut, untuk menyusun laporan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Organisasi mekanisme (cara kerjka) pelaporan supervisi pengawas dalam naungan Departemen Agama
KETERANGAN :
: Garis Pelaporan
: Garis tindak lanjut penyelesaian masalah
b. Frekuensi Pelaporan
* Pengawas Kandepag kabupaten / kota setiap akhir bulan
* Kandepag Kabupaten / kota Kanwil Depag Propinsi
Setiap akhir semester
* Kanwil Depag Propinsi Ditmapenda islam
Setiap akhir tahun pelajaran
c. Materi Laporan
* Laporan pengawas
* Laporan Kandepag Kabupaten / Kota
*Laporan Kakandepag Kab / Kota kepada Kakanwil Depag Propinsi
* Laporan Kakanwil Depag Propinsi kepada Direktur Mapenda Islam
D. Kesimpulan
Bahwa Adminstrasi Pendidikan dan Suspensi Pendidikan sangatlah erat hubungannya dan saling berkesinambungan untuk pencapaian Pendidikan Nasional / mutu pendidikan di masing-masing sekolah.
Tujuan Suspensi adalah untuk membina guru / para Kepala Sekolah dalam membantu memecahkan masalah Pelaksanaan Pendidikan, mengembangkan Profesionalisasi guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Daftar Pustaka
1. Anwar, Idochi . Adminstrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan.
2. Depag RI, (2004) . standar Supervisi Dan Evaluasi Pendidikan , Jakarta , Dirjen Kelembagaan Agama Islam.

Minggu, 08 November 2009

OPTIMALISASI TUGAS PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN MELALUI PEMANFAATAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

Pendahuluan
Telah banyak laporan baik yang disampaikan oleh lembaga dalam negeri maupun luar negeri, yang menyatakan bahwa kualitas pendidikan kita rendah, bahkan sangat rendah. Laporan tersebut jelas, sangat memprihatinkan kita semua, terutama kita yang bergelut dalam dunia pendidikan. Laporan itu juga menunjukkan kepada kita akan kegagalan proses pendidikan yang kita laksanakan selama ini. Pertanyaannya adalah apa yang salah dalam sistem pendidikan kita? Lebih khusus adalah apa yang salah dalam pembelajaran di kelas? Jawaban atas pertanyaan ini patut kita temukan melalui suatu analisis yang mendalam dan komprehensif; tanpa harus saling menyalahkan dan merasa pihaknya yang paling benar dan telah melaksanakan tugas dengan baik.
Analisis terhadap sistem pendidikan dengan menggunakan pendekatan sistem adalah salah satu cara yang mungkin kita lakukan untuk menemukan kelemahan yang terjadi dalam sistem pendidikan kita. Apabila kita amati pendidikan sebagai suatu sistem, maka pada dasarnya pendidikan itu terdiri dari banyak komponen yang saling terkait, saling bergantung, dan saling mempengaruhi, sehingga apabila ada salah satu komponen yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya maka proses kerja sistem secara keseluruhan akan terganggu. Artinya adalah apabila hasil dari pendidikan kita tidak seperti yang kita harapkan, terpuruk, dan berkualitas rendah, maka berarti ada diantara komponen pendidikan kita yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Komponen-komponen yang yang dimaksud diantaranya adalah pendidik (guru) dan tenaga kependidikan, siswa, orang tua, masyarakat, sarana dan prasarana, materi (kurikulum), sistem evaluasi, dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Idealnya setiap komponen tersebut dianalisis dan dievaluasi, seberapa jauh masing-masing komponen tersebut telah berfungsi sesuai tugas dan fungsinya. Salah satu komponen yang patut kita telusuri akan kekuatan dan kelemahannya adalah komponen pendidik dan tenaga kependidikan. Penulis tertarik membicarakan komponen ini, karena pendidik dan tenaga kependidikan merupakan komponen yang paling vital dan strategis dalam menentukan keberhasilan proses dan hasil pendidikan; Pendidik dan tenaga kependidikan menentukan kualitas proses pembelajaran serta hasil belajar yang dialami oleh siswa. Sebagus dan selengkap apapun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh suatu lembaga pendidikan, kalau tenaga pendidik dan kependidikannya tidak kompeten maka sarana dan prasarana itu pun tidak akan banyak membantu para siswa dalam melaksanakan proses belajarnya; sebagus apapun konsep dan isi kurikulum yang dikembangkan oleh pemerintah, namun apabila tenaga pendidik dan kependidikannya tidak mampu mengimplementasikannya dengan baik, maka kurikulum itupun tidak akan berdampak apa-apa pada siswa; pengalaman belajar yang diharapkan dimiliki siswa pun akan menjadi sangat lemah. Intinya adalah untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan hendaknya berangkat dari perbaikan dan peningkatan kualitas dan kompetensi para pendidik dan tenaga kependidikan agar mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, yaitu melaksanakan proses pembelajaran yang kondusif dan efektif.
Peran dan Tugas Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidik dan tenaga kependidikan adalah dua “profesi” yang sangat berkaitan erat dengan dunia pendidikan, sekalipun lingkup keduanya berbeda. Hal ini dapat dilihat dari pengertian keduanya yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sementara Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dari definisi di atas jelas bahwa tenaga kependidikan memiliki lingkup “profesi” yang lebih luas, yang juga mencakup di dalamnya tenaga pendidik. Pustakawan, staf administrasi, staf pusat sumber belajar. Kepala sekolah adalah diantara kelompok “profesi” yang masuk dalam kategori sebagai tenaga kependidikan. Sementara mereka yang disebut pendidik adalah orang-orang yang dalam melaksanakan tugasnya akan berhadapan dan berinteraksi langsung dengan para peserta didiknya dalam suatu proses yang sistematis, terencana, dan bertujuan. Penggunaan istilah dalam kelompok pendidik tentu disesuaikan dengan lingkup lingkungan tempat tugasnya masing-masing. Guru dan dosen, misalnya, adalah sebutan tenaga pendidik yang bekerja di sekolah dan perguruan tinggi.
Hubungan antara pendidik dan tenaga kependidikan dapat digambarkan dalam bentuk spektrum tenaga kependidikan berikut: (Miarso, 1994)
Dari gambar di atas, tampak sekalipun pendidik (guru) yang akan berhadapan langsung dengan para peserta didik, namun ia tetap memerlukan dukungan dari para tenaga kependidikan lainnya, sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Karena pendidik akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya apabila berada dalam konteks yang hampa, tidak ada aturan yang jelas, tidak didukung sarana prasarana yang memadai, tidak dilengkapi dengan pelayanan dan sarana perpustakaan serta sumber belajar lain yang mendukung. Karena itulah pendidik dan tenaga kependidikan memiliki peran dan posisi yang sama penting dalam konteks penyelenggaraan pendidikan (pembelajaran). Karena itu pula, pada dasarnya baik pendidik maupun tenaga kependidikan memiliki peran dan tugas yang sama yaitu melaksanakan berbagai aktivitas yang berujung pada terciptanya kemudahan dan keberhasilan siswa dalam belajar.
Hal ini telah dipertegas dalam Pasal 39 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang menyatakan bahwa (1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan, dan (2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Mencermati tugas yang digariskan oleh Undang-undang di atas khususnya untuk pendidik dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan sekolah, jelas bahwa ujung dari pelaksaan tugas adalah terjadinya suatu proses pembelajaran yang berhasil. Segala aktifitas yang dilakukan oleh para pendidik dan tenaga kependidikan harus mengarah pada keberhasilan pembelajaran yang dialami oleh para peserta didiknya. Berbagai bentuk pelayanan administrasi yang dilakukan oleh para administratur dilaksanakan dalam rangka menunjang kelancaran proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru; proses pengelolaan dan pengembangan serta pelayanan-pelayanan teknis lainnya yang dilakukan oleh para manajer sekolah juga harus mendorong terjadinya proses pembelajaran yang berkualitas dan efektif. Lebih lagi para pendidik (guru), mereka harus mampu merancang dan melaksanakan proses pembelajaran dengan melibatkan berbagai komponen yang akan terlibat dalamnya. Sungguh suatu tugas yang sangat berat.
Ruang lingkup tugas yang luas menuntut para pendidik dan tenaga kependidikan untuk mampu melaksanakan aktifitasnya secara sistematis dan sistemik. Karena itu tidak heran kalau ada tuntutan akan kompetensi yang jelas dan tegas yang dipersyaratkan bagi para pendidik, semata-mata agar mereka mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh para pendidik jelas telah dirumuskan dalam pasal 24 ayat (1), (4), dan (5) PP No. 19 tahun 2005 tentang Standard Nasional Pendidikan. Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa pendidik harus memiliki kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Karakteristik Teknologi Pembelajaran
Apa yang dapat dilakukan dan disumbangkan oleh disiplin ilmu teknologi pembelajaran terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia? Pertanyaan mendasar ini patut direspon secara cermat dan tuntas. Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan di atas dapat kita lakukan melalui kajian yang komprehensif apa itu teknologi pembelajaran.
Teknologi pembelajaran didefinisikan sebagai teori dan praktek dalam disain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian proses dan sumber untuk belajar. Definisi ini menunjukkan kepada kita bahwa bidang teknologi pembelajaran memokuskan kajiannya pada bidang-bidang disain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian berbagai proses dan sumber yang diperlukan peserta didik untuk belajar. Masing-masing bidang kajian sekaligus menjadi kawasan teknologi pembelajaran yang mengandung kerangka pengetahuan yang didasarkan pada hasil penelitian dan pengalaman. Karena itulah pengkajian dalam setiap kawasan dilakukan secara teori dan praktek.
Masing-masing kawasan memiliki fokus studi yang lebih dalam dan rinci. Kawasan disain, misalnya, meliputi studi tentang disain sistem pembelajaran, disain pesan, strategi pembelajaran, dan karakteristik pebelajar. Kawasan pengembangan dikategorikan ke dalam empat kategori, yaitu teknologi cetak, teknologi audio visual, teknologi berbasis komputer, dan teknologi terpadu. Kawasan pemanfaatan juga dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu pemanfaatan media, difusi inovasi, implementasi dan pelembagaan, dan kebijakan dan regulasi. Sama halnya dengan kawasan-kawasan sebelumnya, kawasan pengelolaan juga dikategorikan menjadi empat kelompok, yaitu pengelolaan proyek, pengelolaan sumber, pengelolaan sistem penyampaian, dan pengelolaan informasi. Demikian juga dengan kawasan penilaian dibagi menjadi empat kategori, yaitu analisis masalah, pengukuran beracuan patokan, penilaian formatif, dan penilaian sumatif.
Konsep teknologi pembelajaran juga dapat dilihat dari dua dimensi lain, yaitu pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran, dan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif dan terpadu dalam memecahkan masalah belajar. Pada dimensi yang pertama suatu pembelajaran dikatakan telah menggunakan teknologi pembelajaran apabila di dalamnya telah dimanfaatkan berbagai teknologi, baik itu teknologi sederhana (konvensional) maupun teknologi tinggi (komunikasi dan informasi). Sementara itu bila teknologi pembelajaran dipandang sebagaimana dimensi kedua, maka teknologi pembelajaran akan dimanfaatkan untuk memecahkan berbagai masalah belajar anak dengan “memanipulasi” berbagai faktor eksternal (external intervention) secara komprehensif dan terpadu. Proses yang dilakukan mencakup kegiatan pengelolaan (personil dan organisasi), pengembangan (konsep dan teori berdasarkan riset), dan pengembangan sistem pembelajaran.
Kegiatan pengelolaan berfungsi mengatur agar peran dan fungsi organisasi dapat berjalan dengan baik, karena dilakukan oleh para personil yang tahu akan tugas dan tanggung jawabnya. Melalui pengelolaan organisasi dan personil yang baik akan terjadi proses belajar dan pembelajaran yang kondusif, sehingga siswa dapat melaksanakan kegiatan belajarnya dengan baik. Aspek pengembangan berfungsi mengembangkan berbagai konsep dan teori (melalui riset) yang akan dapat digunakan untuk menganalisis berbagai kesulitan yang dialami oleh siswa dan memberikan solusi atas masalah yang ada; mendisain pembelajaran dan rencana produksinya; mengembangkan evaluasi yang tepat, menrancang logistiknya, dan mengembangkan cara pemanfaatnya serta menyebarluaskannya. Sementara aspek sistem pembelajaran berfungsi mengembangkan sistem pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa belajar, dengan cara mengatur komponen-komponen sistem secara terpadu dan bersistem. Komponen sistem pembelajaran: orang, pesan, bahan, alat, teknik, dan setting (latar).
Mengamati karakteristik teknologi pembelajaran yang sangat konsern terhadap proses dan hasil belajar anak, dan berusaha mengatasi masalah-masalah belajar anak, maka sangat wajar kalau teknologi pembelajaran memiliki potensi yang besar untuk memberi konstribusi bagi keberhasilan pembelajaran yang berlangsung. Hal inipun telah terbukti dari hasil pengkajian empirik di Amerika Serikat yang dilakukan oleh The Commission on Instructional Technology yang menunjukkan potensi teknologi instruksional sebagai berikut:
1. Meningkatkan produktivitas pendidikan
2. Memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual
3. Memberikan dasar pembelajaran yang ilmiah
4. Meningkatkan kemampuan pembelajaran
5. Memungkinkan belajar lebih akrab
6. memungkinkan pemerataan pendidikan yang bermutu.
Peran Teknologi Pembelajaran dalam Mendukung Tugas Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Bila kita cermati peran dan tugas para pendidik dan tenaga kependidikan di atas, yang intinya adalah menciptakan berbagai aktivitas untuk keberhasilan siswa belajar, dan karakteristik teknologi pembelajaran yang memokuskan kajiannya pada disain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian proses dan hasil belajar, maka nyata bahwa teknologi pembelajaran akan dapat membantu para pendidik dan tenaga kependidikan melaksanakan tugasnya dengan baik. Di atas dinyatakan bahwa salah satu tugas pendidik (guru) adalah merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran serta menilai hasil belajar. Tugas ini akan dapat dilaksanakan dengan baik dengan memanfaatkan bidang teknologi pembelajaran, khususnya pada kawasan disain, pengembangan, dan penilaian.
Dalam kawasan disain akan dibahas dan dikembangkan berbagai aspek yang diperlukan oleh para pendidik (guru) dalam proses merencanakan pembelajaran. Kemampuan mendisain sistem pembelajaran, pemahaman tentang strategi pembelajaran dan karakteristik pebelajar akan sangat membantu para pendidik dalam membuat perencanaan pembelajarannya. Dengan perencanaan yang baik, maka proses pembelajaran yang akan dilaksanakan akan berjalan dengan baik pula.
Kawasan pengembangan akan banyak membantu para pendidik (guru) dalam melaksanakan pembelajarannya, karena pada kawasan ini dibahas berbagai teknologi yang dapat digunakan dalam melaksanakan pembelajaran. Pada saat melaksanakan pembelajaran seorang guru memerlukan banyak sumber belajar. Saat ini sumber belajar tidak cukup hanya dengan mengandalkan guru, tetapi diperlukan sumber belajar yang bervariasi. Berbagai teknologi baik yang konvensional maupun yang berbasis teknologi informasi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran. Teknologi cetak menghasilkan berbagai sumber belajar dalam bentuk bahan ajar cetak yang seraca sengaja didisain untuk pembelajaran. Teknologi Audio visual dan teknologi berbasis komputer memungkinkan pebelajar dengan berbagai variasi gaya belajarnya akan terakomodir dengan baik, sehingga mereka dapat melaksanakan kegiatan belajar dengan efektif.
Sementara kawasan penilaian akan membantu para pendidik (guru) dalam melaksanakan tugasnya dalam menilai hasil belajar. Penilaian merupakan bagian integral dalam kegiatan pembelajaran, karenanya menjadi tugas yang tidak dapat diabaikan. Penilaian sangat diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang keberhasilan proses dan hasil belajar. Karena itu baik pada saat proses pembelajaran berlangsung, maupun di akhir proses pembelajaran harus dilakukan evaluasi. Dalam hal ini evaluasi formatif dan sumatif menjadi sangat penting keberadaannya.
Secara lebih spesifik, apabila para pendidik (guru) menerapkan konsep teknologi pembelajaran dalam sistem pembelajarannya, maka akan dapat dilihat ciri-ciri umum berikut:
1. telah dimanfaatkannya sumber-sumber belajar secara bervariasi baik berupa orang, pesan, bahan, peralatan, teknik, dan latar yang memungkinkan orang untuk belajar secara terarah dan terkendali
2. dilaksanakannya fungsi pengelolaan atas organisasi dan personil yang melakukan kegiatan pengembangan dan atau pemanfaatan sumber belajar
3. diterapkannya berbagai jenis pola instruksional dengan terintegrasinya sumber belajar baru dalam kegiatan belajar mengajar
4. adanya standar mutu bahan ajar dan tersedianya sejumlah pilihan bahan ajar yang mutunya teruji
5. berkurangnya keragaman proses pengajaran, namun dengan mutu yang lebih baik
6. dilakukannya perancangan dan pengembangan pembelajaran oleh para ahli yang khusus bertanggung jawab untuk itu dalam suatu kerjasama tim
7. tersedianya bahan ajar dengan kualitas lebih baik, serta jumlah dan macam yang lebih banyak
8. dilakukannya penilaian dan penyempurnaan atas segala tahap dalam proses pembelajaran
9. diselenggarakannya pengukuran hasil belajar berdasarkan penguasaan tujuan yang ditetapkan
10. berkembangnya pengertian dan peranan guru.
Kesimpulan
Salah satu tugas pendidik (guru) adalah membuat disan dan melaksanakan proses pembelajaran serta melaksanakan penilaian hasil belajar. Tugas ini akan dapat dioptimalkan dengan memanfaatkan teknologi pembelajaran. Kawasan teknologi pembelajaran yang komprehensif, yang menyangkut tahap disain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian, dapat membantu para pendidik (guru) dalam mengoptimalkan pelaksanaan tugasnya sebagai perancang dan pengelola pembelajaran, serta penilai hasil belajar.
Di sisi lain, pelaksanaan tugas pendidik (guru) pada akhirnya adalah untuk membantu para pebelajar melakukan kegiatan belajar dan memecahkan masalah belajar. Hal ini pula yang menjadi obyek utama teknologi pembelajaran, yaitu masalah belajar manusia, dan melakukan intervensi eksternal dengan memanipulasi berbagai sumber belajar untuk mengatasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Seels, Barbara B., Rita C. Richey. Terjemahan: Dewi Salam P., dkk. Teknologi Pembelajaran, Definisi dan Kawasannya.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional
Yusufhadi Miarso. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media, 2004
ARTIKEL
peranan perguruan tinggi dalam melahirkan guru professional
Kategori : Pendidikan |

HAMPIR semua orang mengakui betapa besarnya jasa guru dalam mencetak generasi bangsa yang terus mengharumkan negeri ini. Namun di balik gemerlap jasa tersebut, tak sedikit muncul kisah-kisah pilu yang menyelimuti eksistensi guru. Ada guru yang nyambi menjadi tukang ojek, pedagang asongan, tukang bakso, dan sebagainya. Kisah-kisah tersebut tentu merupakan sebuah ironi yang mencuatkan sinyal bahwa tingkat kesejahteraan guru masih memprihatinkan. Maka, cukup beralasan jika guru terpaksa melakukan pekerjaan lain di luar profesinya hanya sekadar memenuhi tuntutan ekonomi saban hari.
Oleh karena itu, acapkali profesi guru jarang dilirik karena diasumsikan sebagai profesi inferior. Padahal keberadaan guru, seperti yang tersembul dalam penggalan bait himne guru, laksana embun penyejuk dalam kehausan, serta patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa. Artinya, keberadaan guru adalah hal yang niscaya bagi kehidupan manusia dalam mengenal dunianya. Tak ada yang menyangkal bahwa tanpa guru mustahil lahir generasi jenius berotak Habibie yang akan membangun peradaban di negeri ini.
Akibatnya, profesi guru yang dulu merupakan profesi yang paling bergengsi dan menjadi dambaan bagi generasi muda pada zaman leluhur kita, kini menjadi profesi yang kurang diminati dan dihargai dibanding dengan profesi lainnya. Orang tua akan sangat bangga jika anaknya menjadi seorang dokter, insinyur, tentara, polisi, atau profesi lainnya dibanding menjadi seorang guru.
Pada jaman penjajahan Belanda, status profesi guru memang sangat tinggi. Guru dipandang sebagai pemimpin masyarakat yang disegani dan mempunyai status ekonomi yang relatif tinggi. Dalam buku Siti Sahara, Wanita Guru Pertama dari Mandailing, ditulis, pada tahun 1920-an misalnya, Ibu Guru Siti Sahara mempunyai gaji sebesar 40 gulden sebagai guru Kepala Sekolah Wanita di Bireum. Suatu jumlah yang amat besar waktu itu, mengingat ungkapan pada masa kolonial mengatakan bahwa seorang inlander cukup hidup dengan segobang (2,5) sen sehari.
Pada masa penjajahan Jepang, status profesi guru juga masih terhormat. Para guru diberi julukan Sensei yang dalam kebudayaan Jepang mempunyai kedudukan sosial yang amat dihormati. Dalam masa awal perjuangan kemerdekaan, para guru juga dihargai karena mereka bukan saja mengambil peran amat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga ada yang ikut aktif menjadi tentara rakyat dan berperang mengusir penjajah.
Pascakemerdekaan sampai tahun 1950-an, citra dan status profesi guru dalam masyarakat juga masih tinggi. Para guru masih dilihat dan diperlakukan bukan hanya sebagai pendidik yang pantas digugu dan ditiru di sekolah, tetapi juga sebagai pemimpin masyarakat yang terhormat. Tingginya citra guru pada zaman penjajahan dan awal kemerdekaan di Indonesia berkait erat dengan citra masyarakat memandang profesi guru.
Pada masa itu, guru dicitrakan amat bagus karena berkait erat dengan status sosial (ekonomis, politis dan budaya) pemegang profesi yang bersangkutan dan kredibilitas profesional para guru. Status ekonomi para guru pada waktu itu memang tinggi. Mereka mendapat imbalan jasa yang memadai untuk hidup sejahtera bersama keluarga.

Mengangkat Citra Guru
Kenapa saat ini citra guru merosot demikian tajam? Banyak hal yang patut dituding sebagai biang keroknya. Tapi yang jelas keterpurukan citra guru sebagai dampak menguatnya paradigma masyarakat bahwa menjadi guru adalah alternatif paling buncit ketika lowongan kerja susah dimasuki sekaligus dipandang sebagai nasib.
Menurut penelitian Martinus Tukir Handoko (1992), dari sekian banyak guru sebenarnya pada mulanya tidak mempunyai motivasi menjadi guru. Pada mulanya, mereka memang bersekolah di Sekolah Pendidikan Guru, tetapi sebenarnya tidak mempunyai maksud menjadi guru. Ada yang karena tidak diterima di sekolah lain, ada yang karena dipaksa orang tuanya, karena ekonomi keluarganya yang lemah, sehingga terpaksa masuk ke pendidikan guru.
Banyak orang tak mau menjalani profesi tersebut, sementara mereka yang sudah menjadi guru beralih ke profesi lain yang memberikan kesejahteraan lebih baik. Menurut data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, jumlah guru SD yang berpindah profesi per Juli 2004 saja sudah mencapai 50,6 persen dari 993.108 guru yang ada.
Hal ini jelas fenomena yang menyesakkan. Dari data tersebut bisa dibaca adanya unsur keterpaksaan menjadi guru, bukan perasaan terpanggil menjadi guru. David Hansen dalam bukunya, The Call to Teach (1995), mengungkapkan bahwa menjadi guru adalah panggilan hidup. Menurutnya, ada dua segi dalam panggilan, yaitu pekerjaan itu membantu mengembangkan orang lain di mana ada unsur sosial di dalamnya, dan pekerjaan itu juga mengembangkan dan memenuhi diri kita sebagai pribadi. Jelas pekerjaan guru terlibat dengan suatu pekerjaan yang mempunyai arti dan nilai sosial, yaitu berguna bagi perkembangan orang lain.
Dalam pekerjaan guru, sangat jelas bahwa mereka melakukan sesuatu pekerjaan yang berguna bagi perkembangan hidup anak-anak, di lingkungan sekolah dan bahkan menyarakat di mana mereka tinggal. Dengan menjalankan tugas sebagai guru yang baik, dengan membantu anak-anak berkembang dalam semua aspek kehidupan, seorang guru semakin merasa hidup berarti, semakin menemukan identitas dirinya, semakin merasakan kepuasan batin yang mendalam (Paul Suparno,2004).
Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), terus berupaya untuk mengangkat citra guru. Tujuannya jelas, agar profesi guru mampu bersaing dengan profesi-profesi lainnya. Untuk mengembalikan citra guru tersebut cara yang ditempuh pemerintah adalah dengan meningkatkan mutu tenaga pengajar di segala jenjang pendidikan dan menaikkan taraf kesejahteraannya.
Dalam Buku Laporan Capaian Kerja Depdiknas tahun 2006 dengan jelas diakui pemerintah bahwa peran pendidik sangat menentukan mutu pendidikan. Di awal pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu ini, pemerintah segera membentuk direktorat jenderal baru yang menangani permasalahan guru dan tenaga kependidikan lainnya, yaitu Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Langkah taktis pun ditempuh. Pemerintah bersama DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang memberikan landasan dan kerangka hukum bagi pengembangan guru dan dosen menjadi profesi. Ditegaskan dalam UU ini, kualifikasi minimal semua guru, terlepas dari jenjang pendidikan yang diasuhnya, adalah S1/D-IV. Sementara untuk dosen program S1 dan diploma minimal harus berkualifikasi S2, dan untuk yang mengajar program S2 dan S3 minimal harus berkualifikasi S3.

Pemberdayaan Guru
Pengesahan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tentu merupakan kabar gembira bagi tenaga pendidik di negeri ini. Dengan menabalkan guru sebagai sebuah profesi yang setara dengan profesi-profesi lainnya segera terbayang taraf kesejahteraan yang seimbang dengan jerih payah dan pengabdian guru di dunia pendidikan.
Namun demikian, implementasi UU ini tidaklah semudah membalik telapak tangan. Sebab, kabar buruk dari dunia pendidikan terdengar demikian jelas. Pertama, hampir separuh dari lebih kurang 2,6 juta guru di Indonesia tidak memiliki kompetensi yang layak untuk mengajar. Katakan saja, kualifikasi dan kompetensinya tidak mencukupi untuk mengajar disekolah. Dari sini kemudian diklarifikasi lagi, guru yang tidak layak mengajar atau menjadi guru berjumlah 912.505, terdiri dari 605.217 guru SD, 167.643 guru AMP, 75.684 guru SMA, dan 63.962 guru SMK.
Kedua, tercatat 15 persen guru mengajar tidak sesuai dengan keahlian yang dipunyainya atau budangnya. Dengan kondisi demikian, berapa banyak peserta didik yang mengenyam pendidikan dari guru-guru tersebut? Berapa banyak yang dirugikan? (Kompas, 5/1/2006).
Ketiga, fakta lain, menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai. Berdasarkan statistik 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu 17.2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Bila SDM guru kita, dibandingkan dengan negara-negara lain, maka kualitas SDM guru kita berada pada urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human Development Index (Satria Dharma, http://suarakita.com/artikel.html).
Sudarminta (2001) mengatakan, dari sisi guru sendiri rendahnya mutu guru tampak dari gejala: 1) lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan; 2) ketidaksesuaian antara bidang studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan di lapangan dijabarkan; 3) kurang efektifnya cara pengajaran; 4) kurangnya wibawa guru di hadapan murid; 5) lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul-betul menjadi guru; 6) kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap sehingga dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai pendidik; dan 7) relatif rendahnya kapasitas intelektual calon guru dan para guru.
Untuk memenuhi kualifikasi profesi, guru mesti mengikuti uji kompetensi dan sertifikasi dengan sistem portofolio. Dalam UU No. 14/2005 disebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik (berijazah S1 atau D4) serta punya kompetensi dan sertifikat pendidik. Untuk sertifikasi ini, 10 komponen portofolio guru akan dinilai oleh perguruan tinggi penyelenggaran sertifikasi. Model sertifikasi seperti ini jamak dilakukan di negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.
Langkah dan tujuan melakukan sertifikasi guru adalah untuk meningkat kualitas guru sesuai dengan kompetensi keguruannya. Dalam UU No. 14/2005 juga dijelaskan beberapa hal yang dapat dikelompokan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas atau mutu guru antara lain: [1] sertifikasi guru, [2] pembaruan sertifikat, [3] beberapa fasilitas untuk memajukan diri, [4] sarjana nonpendidikan dapat menjadi guru. Semua guru harus mempunyai sertifikat profesi guru, sebagai standar kompetensi guru.
Aspek sertifikasi guru yang akan diuji adalah mengacu pada kompetensi dasar yang harus dimiliki guru, yaitu kompetensi profesional, persoalan, kepribadian, dan sosial. Pertama, kompetensi profesional. Aspek pada kompetensi ini berkaitan dengan kemampuan mengajar, meliputi kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran, kemampuan dalam menganalisis, penyusunan program perbaikan dan pengayaan, kemampuan dalam membimbing dan konseling. Kemampuan dalam bidang keilmuan, terkait dengan keluasan dan kedalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan ditransformasikan kepada peserta didik, pemahaman terhadap wawasan pendidikan, dan kemampuan memahami kebijakan-kebijakan pendidikan.
Kedua, kompetensi persolan. Aspek pada kompetensi ini berkaitan dengan aktualisasi diri dan menekuni profesi, jujur, beriman, bermoral, peka, luwes, humanis, berwawasan luas, berpikir kreatif, kritis, refletif, mau belajar sepanjang hayat.
Ketiga, kompetensi kepribadian. Aspek pada kompetensi ini berkait dengan kondisi guru sebagai individu yang kepribadian yang utuh, mantap, dewasa, berwibawa, berbudi luhur dan anggun moral, serta penuh keteladanan.
Keempat, kompetensi sosial, aspek pada kompetensi ini berkait dengan kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efesien dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, kemampuan menyelesaikan masalah, dan mengabdi pada kepentingan masyarakat.
Sertifikasi guru memiliki makna penting dalam reformasi pendidikan di negeri ini. Menurut Mendiknas Bambang Sudibyo, sertifikasi guru merupakan gebrakan reformasi pendidik terbesar di seluruh dunia. Sebab, dalam 10 tahun, mutu 2,7 juta guru dan 0,3 juta dosen di seluruh Indonesia akan direformasi (Tempo, 3-9/12/2007).

Keterlibatan Perguruan Tinggi
Dalam rangka menyambut gegap gempita reformasi pendidikan, terutama dalam hal peningkatan mutu dan kualitas guru, perguruan tinggi memegang peranan yang sangat signifikan. Apalagi sempat pula terendus praktik culas (oknum) guru dalam uji sertifikasi yang melakukan pemalsuan sertifikat agar bisa lolos sertifikasi. Mereka juga mulai mencari celah agar bisa memenuhi persyaratan undang-undang. Soal keharusan guru menyandang gelar sarjana atau diploma IV misalnya, diakali dengan cara kuliah di perguruan tinggi antah berantah. Yang penting, ijazah sampai di tangan. Mereka pun kerap tergoda mendatangi pabrik gelar pascasarjana karena penyandang gelar S2 mendapat poin tinggi, 325.
Praktis culas inilah yang harus dipangkas. Sebab, praktik tak bermoral tersebut justru menciderai wibawa guru serta semakin menjauhkan guru dari standar mutu dan kualifikasi yang diharapkan. Ngeri kita membayangkan, bagaimana output pendidikan yang dihasilkan oleh (oknum) guru bermental culas tersebut.
Oleh karena itu, perguruan tinggi perlu mewaspadai fenomena ini. Sebagai wahana pendidikan, perguruan tinggi harus menyiapkan seperangkat aturan, metode, dan strategi pendidikan yang dalam konteks pemberdayaan guru mesti mengacu pada pencapaian standar peningkatan mutu dan kualitas guru.
Upaya dan Strategi Meningkatkan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
A. Permasalahan
Tulisan ini akan lebih memfokuskan pembahasan dari aspek guru atau pendidik, yakni Upaya-upaya apa saja yang harus ditempuh pemerintah dan pihak-pihak yang terkait untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Dan strategi bagaimanakah meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.
B. Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Upaya peningkatan mutu pendidikan dipengaruhi oleh faktor majemuk. Namun demikian, faktor yang paling penting adalah guru, karena hitam-putihnya proses belajar mengajar di dalam kelas banyak dipengaruhi oleh mutu gurunya. Guru dikenal sebagai 'hidden currickulum' atau kurikulum tersembunyi, karena sikap dan tingkah laku, penampilan profesional, kemampuan individual, dan apa saja yang melekat pada pribadi sang guru, akan diterima oleh peserta didiknya sebagai rambu-rambu untuk diteladani atau dijadikan bahan pembelajaran.
Pada era teknologi informasi, guru memang tidak lagi dapat berperan sebagai satu-satunya sumber informasi dan ilmu pengetahuan. Peran guru telah berubah lebih menjadi fasilitator, motivator, dan dinamisator bagi peserta didik. Dalam era teknologi informasi peserta didik dengan mudah dapat mengakses informasi apa saja yang tersedia melalui internet. Dalam kondisi seperti itu, maka guru diharapkan dapat memberikan peran yang lebih besar untuk memberikan rambu-rambu etika dan moral dalam memilih informasi yang diperlukan. Dengan kata lain, peran pendidik tidak dapat digantikan oleh apa dan siapa, serta dalam era apa saja. Untuk dapat melaksanakan peran tersebut secara efektif dalam proses pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan harus ditingkatkan mutunya dengan skenario yang jelas.
Keseluruhan skenario itu akan meliputi beberapa pertanyaan. Pertama, langkah pertama apakah yang dinilai sangat penting sebagai titik awal (starting point) untuk melakukan langkah-langkah berikutnya. Langkah pertama ini juga dinilai sebagai pemutus rantai dari serangkaian mata rantai masalah yang sering sebagai lingkaran setan (vicious circle) yang tidak diketahui mana pangkal dan ujungnya. Kedua, langkah-langkah besar apakah yang harus dilakukan dalam keseluruhan skenario itu. Ketiga, apa hubungan antara langkah yang satu dengan langkah yang lain, serta apa prasyarat yang harus dipenuhi untuk dapat mencapai langkah yang telah ditentukan. Untuk lebih jelasnya penulis uraikan sebagai berikut :
1. Peningkatan Gaji dan Kesejahteraan Guru
Hak utama pendidik yang harus memperoleh perhatian dalam kebijakan pemerintah adalah hak untuk memperoleh penghasilan dan kesejahteraan dengan standar upah yang layak, bukan 'upah minimum'. Kebijakan "upah minimum" boleh jadi telah menyebabkan pegawai bermental kuli, bukan pegawai yang mengejar prestasi. Itulah sebabnya, maka langkah pertama peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan adalah memberikan kesejahteraan guru dengan gaji yang layak untuk kehidupannya.
Langkah pertama ini dinilai amat vital dan strategis untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Setidaknya ada dua alasan. Pertama, dari lima syarat pekerjaan dapat disebut sebagai profesi, yang masih belum terpenuhi secara sempurna adalah gaji dan kompensasi dari pelaksanaan peran sebagai profesi. Kelima syarat pekerjaan sebagai profesi adalah :
• bahwa pekerjaan itu memiliki fungsi dan signifikansi bagi masyarakat.
• bahwa pekerjaan itu memerlukan bidang keahlian tertentu,
bidang keahlian itu dapat dicapai dengan melalui cabang pendidikan tertentu (body of knowledge).
• bahwa pekerjaan itu memerlukan organisasi profesi dan adanya kode etik tertentu, dan kemudian.
• bahwa pekerjaan tersebut memerlukan gaji atau kompensasi yang memadai agar pekerjaan itu dapat dilaksanakan secara profesional.
Dari kelima syarat tersebut, yang masih belum terpenuhi sepenuhnya adalah syarat yang kelima, yakni gaji dan kompensasi yang memadai. Alasan kedua, karena peningkatan gaji dan kesejahteraan merupakan langkah yang memiliki dampak yang paling berpengaruh (multiplier effects) terhadap langkah-langkah lainnya. Kalau perlu, agar langkah pertama tersebut tidak menjadikan iri bagi pekerjaan lainnya, kenaikan gaji dapat dilakukan secara menyeluruh dan bertahap. Hal ini terkait dengan maraknya tindak korupsi yang telah mencapai tingkat yang berbahaya seperti virus yang telah menjangkiti semua aspek kehidupan manusia.
2. Alih Tugas Profesi dan Rekruitmen Guru Untuk Menggantikan Guru atau Pendidik yang Dialihtugaskan ke Profesi Lain
Upaya kedua ini merupakan konsekuensi dan kesinambungan dari langkah pertama. Para pendidik yang tidak memenuhi standar kompetensi harus dialihtugaskan kepada profesi lain. Pengalihtugasan tersebut dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
(1) mereka telah diberikan kesempatan untuk mengikuti diklat dan pembinaan secara intensif, tetapi tidak menunjukkan adanya perbagian yang signifikan,
(2) guru tersebut memang tidak menunjukkan adanya perubahan kompetensi dan juga tidak ada indikasi positif untuk meningkatkan kompetensinya.

3. Membangun Sistem Sertifikasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Serta Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
Sebagaimana diamanatkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pembangunan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga Kependidikan serta sistem penjamin mutu pendidikan merupakan langkah yang amat besar, yang akan memberikan dukungan bagi pelaksanaan langkah pertama, yang juga sangat berat, karena terkait dengan anggaran belanja negara yang sangat besar. Penataan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan tidak boleh tidak harus dilakukan untuk menjamin terpenuhinya berbagai standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan.



4. Membangun Satu Standar Pembinaan Karir (Career Development Path)
Seiring dengan pelaksanaan sertifikasi tersebut, disusunlah satu standar pembinaan karir. Sistem itu harus dalam bentuk dokumen yang disyahkan dalam bentuk undang-undang atau setidaknya berupa peraturan pemerintah yang harus dilaksanakan oleh aparat otonomi daerah. Standar pembinaan karir ini akan dapat dilaksanakan dengan mantap apabila memenuhi prasyarat antara lain jika sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan telah berjalan dengan lancar. Selain itu, langkah ketiga ini akan berjalan lancar jika sistem kenaikan pangkat pegawai berdasarkan sertifikasi sudah berjalan.
5. Peningkatan Kompetensi Yang Berkelanjutan
Sementara itu, untuk para pendidik yang sudah berpengalaman perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti penataran yang dilaksanakan oleh lembaga inservice training yang juga sudah terakreditasi. Selain itu, mereka juga disyaratkan untuk mengikuti pendidikan profesi yang dapat dilaksanakan oleh lembaga tenaga kependidikan (LPTK) yang juga harus terakreditasi.
Upaya peningkatan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan harus dilaksanakan secara terencana dan terprogram dengan sistem yang jelas. Jumlah pendidik yang besar di negeri ini memerlukan penanganan secara sinergis oleh semua instansi yang terkait dengan preservice education, inservice training, dan on the job training. Kegiatan sinergis peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan harus melibatkan organisasi pembinaan profesi guru, seperti Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), dan Musyawarah Kerja Penilik Sekolah (MKPS). Sudah tentu termasuk PGRI, organisasi perjuangan para guru.
Di antara kriteria-kriteria kompetensi guru yang harus dimiliki meliputi :
 Kompetensi kognitif, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan intelektual.
 Kompetensi afektif, yaitu kompetensi atau kemampuan bidang sikap, menghargai pekerjaan dan sikap dalam menghargai hal-hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya.
 Kompetensi psikomotorik, yaitu kemampuan guru dalam berbagai keterampilan atau berperilaku.
C. Strategi Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Secara umum terdapat beberapa langkah strategi yang dapat diimplementasikan dalam lingkungan kependidikan dengan tujuan bahwa peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan akan behasil melalui strategi- strategi berikut ini:
1) Evaluasi diri (self assessment)
Evaluasi diri sebagai langkah awal bagi setiap sekolah yang ingin, atau merencanakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kegiatan ini dimulai dengan curah pendapat brainstorming yang diikuti oleh kepala sekolah, guru, dan seluruh staf, dan diikuti juga anggota komite sekolah.
Kegiatan evalusi diri ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sekolah saat ini dalam segala aspeknya (seluruh komponen sekolah), kemajuan yang telah dicapai, maupun masalah-masalah yang dihadapi ataupun kelemahan yang dialami.
2) Perumusan Visi, Misi, dan tujuan
Bagi pihak sekolah yang baru berdiri atau baru didirikan, perumusan visi dan misi serta tujuan merupakan langkah awal / pertama yang harus dilakukan yang menjelaskan kemana arah pendidikan yang ingin dituju oleh para pendiri/ penyelenggara pendidikan.
Kondisi yang diharapkan / diinginkan dan diimpikan dalam jangka panjang itu, kalau dirumuskan secara singkat dan menyeluruh disebut visi. Sedangkan misi, merupakan jabaran dan visi atau merupakan komponen-komponen pokok yang harus direalisasikan untuk mencapai visi yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, misi merupakan tugas-tugas pokok yang harus dilakukan untuk mewujudkan visi.
3) Perencanaan
Perencanaan pada tingkat sekolah adalah kegiatan yang ditujukan untuk menjawab : apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannnya untuk mewujudkan tujuan (tujuan-tujuan) yang telah ditetapkan / disepakati pada sekolah yang bersangkutan, termasuk anggaran yang diperlukan untuk membiayai kegiatan yang direncanakan.
Dengan kata lain perencanaan adalah kegiatan menetapkan lebih dulu tentang apa-apa yang harus dilakukan, prosedurnya serta metode pelaksanaannya untuk mencapai suatu tujuan organisasi atau satuan organisasi.
4) Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan, dalam hal ini pada dasarnya menjawab bagaimana semua fungsi manajemen sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan lembaga yang telah ditetapkan melalui kerjasama dengan orang lain dan dengan sumber daya yang ada, dapat berjalan sebagaimana mestinya (efektif dan efisien). Pelaksanaan juga dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan merealisasikan apa-apa yang telah direncanakan.
5) Evaluasi
Evaluasi sebagai salah satu langkah strategi dalam meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, merupakan kegiatan yang penting untuk mengetahui kemajuan ataupun hasil yang dicapai oleh sekolah didalam melaksanakan fungsinya sesuai rencana yang telah dibuat sendiri oleh masing-masing sekolah. Evaluasi pada tahap ini adalah evaluasi menyeluruh, menyangkut pengelolaan semua bidang dalam satuan pendidikan yaitu bidang teknis edukatif (pelaksanaan kurikulum/proses pembelajaran dengan segala aspeknya), bidang ketenagaan, bidang keuangan, bidang sarana prasarana dan administrasi ketatalaksanaan sekolah
UU GURU DAN DOSEN : UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN.

Pembangunan Pendidikan Nasional Indonesia mendapat roh baru dalam pelaksanaanya sejak disahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selaras dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional maka Visi pembangunan pendidikan nasional adalah “ Terwujudnya Manusia Indonesia Yang Cerdas, Produktif dan Berakhlak Mulia “. Beberapa indikator yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam pembangunan pendidikan nasional :
a. Sistem pendidikan yang efektif, efisien.
b. Pendidikan Nasional yang merata dan bermutu.
c. Peran serta masyarakat dalam pendidikan.
d. Dll
Permasalahan klasik di dunia pendidikan dan sampai saat ini belum ada langkah-langkah strategis dari pemerintah untuk mengatasinya adalah
a. Kurangnya Pemerataan kesempatan pendidikan.
Sebagian besar masyarakat merasa hanya memperoleh kesempatan pendidikan masih terbatas di tingkat sekolah dasar.
b. Rendahnya tingkat relevansi pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja.
Hal ini dapat dilihat dari jumlah angka pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia, yang kenyataanya tidak hanya dipengaruhi oleh terbatasnya lapangan kerja. Namun adanya perbedaan yang cukup besar antara hasil pendidikan dan kebutuhan kerja.
c. Rendahnya mutu pendidikan.
Untuk indikator rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari tingkat prestasi siswa. Semisal kemampuan membaca, pelajaran IPA dan Matematika. Studi The Third International Mathematic and Science Study Repeat TIMSS-R pada tahun 1999 menyebutkan bahwa diantara 38 negara prestasi siswa SMP Indonesia berada pada urutan 32 untuk IPA dan 34 untuk Matematika.

GURU DAN KUALITAS PENDIDIKAN.
“Guru Kencing berdiri, murid kecing berlari”. Pepatah ini dapat memberi kita pemahaman bahwa betapa besarnya peran guru dalam dunia pendidikan. Pada saat masyarakat mulai menggugat kualitas pendidikan yang dijalankan di Indonesia maka akan banyak hal terkait yang harus dibenahi. Masalah sarana dan prasarana pendidikan, sistem pendidikan, kurikulum, kualitas tenaga pengajar (guru dan dosen), dll. Secara umum guru merupakan faktor penentu tinggi rendahnya kualitas hasil pendidikan. Namun demikian, posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional, faktor kesejahteraannya, dll. Khusus guru, di Indonesia untuk tahun 2005 saja terdapat kekurangan tenaga guru sebesar 218.838 (menurut data direktorat tenaga kependidikan).
Dengan jumlah kekurangan guru yang cukup besar maka kita juga tidak dapat berharap akan terciptanya kualitas pendidikan. Disamping itu masalah distribusi guru juga tidak merata, baik dari sisi daerah maupun dari sisi sekolah. Dalam banyak kasus, ada SD yang hanya memiliki tiga hingga empat orang guru sehingga mereka harus mengajar secara paralel dan simultan.
Belum lagi hal yang berkaitan dengan prasyarat akademis, baik itu menyangkut pendidikan minimal maupun kesesuaian latar belakang bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan. Semisal, masih cukup banyak guru SMA/SMK yang belum berkualifikasi pendidikan sarjana atau strata satu. Seperti yang bersyaratkan dalam UU Guru dan Dasar.
Dari distribusi data diatas dapat diketahui bahwa angka guru yang belum memenuhi kualifikasi akademisnya cukup besar.
• Untuk tingkat SMA, yang memenuhi kualifikasi S1 sebesar 72,75% sedang sisanya yang mencapai angka 27% belum mencapai kualifikasi.
• Demikian pula untuk strata satu (S1) hampir sebagian besar dosennya hanya mempunyai kualifikasi sarjana, dimana kualifikasi tersebut seharusnya adalah master atau doktor.
Disamping kualifikasi akademis yang mendasar, guru juga sangat jarang diikutkan untuk pelatihan-pelatihan untuk dapat meningkatkan kemampuannya. Padahal seorang guru, secara garis besar harus mempunyai kemampuan untuk :
1. penguasaan materi/bahan pelajaran.
2. perencanaan program proses belajar-mengajar.
3. kemampuan dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar.
4. kemampuan penggunaan media dan sumber pelajaran.
5. kemampuan evaluasi dan penilaian.
6. kemampuan program penyuluhan dan bimbingan.
7. Dll.
UU GURU DAN DOSEN
Sejak awal pembahasan UU Guru dan Dosen, pertanyaan yang banyak muncul di masyarakat luas adalah : “ Untuk siapa UU Guru dan Dosen tersebut ? “ hal ini mengemuka karena ada kekhawatiran UU tersebut tidak dapat memayungi seluruh guru. Dengan kata lain ditakutkan adanya proses diskriminasi antara guru PNS dan guru swasta.
Khusus posisi guru swasta selama ini memang seolah-olah tidak dipayungi oleh UU yang ada meskipun secara eksplisit sudah tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dari sudut UU kepegawaian jelas tidak menkhususkan untuk guru, karena yang diatur adalah pegawai pemerintah (PNS) sedangkan dari sudut UU Ketenagakerjaan juga akan sangat sulit karena penyelenggara pendidikan adalah yayasan. Sehingga guru tidak dapat dikatagorikan sebagai tenaga kerja atau buruh. Bisa dikatakan sebelum UU Guru dan Dosen disahkan, guru-guru tidak mempunyai payung hukum yang jelas. Yang memang mengatur segala sesuatu secara khusus yang menyangkut guru, seperti halnya dengan UU Tenaga Kerja dan UU Kepegawaian.
Sekilas UU Guru dan Dosen : UU Guru dan Dosen mendapatkan sambutan yang hangat, terutama dari kalangan pendidik. UU ini dianggap bisa menjadi payung hukum unuk guru dan dosen tanpa adanya perlakuan yang berbeda antara guru negeri dan swasta. Meskipun di beberapa bagian masih sangat hangat diperbincangkan dan menjadi perdebatan yang sangat seru. UU Guru dan Dosen secara gamblang dan jelas mengatur secara detail aspek-aspek yang selama ini belum diatur secara rinci. Semisal, kedudukan, fungsi dan tujuan dari guru, hak dan kewajiban guru, kompetensi dll. Yang perlu digaris bawahi dan mendapat sambutan positif dari masyarakat terhadap UU Guru dan Dosen adalah hal-hal yang menyangkut :
a. Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi.
b. Hak dan kewajiban.
c. Pembinaan dan pengembangan.
d. Penghargaan,
e. Perlindungan
f. Organisasi profesi dan kode etik.
Enam indikator diatas belum diatur secara rinci, sehingga sangat sulit untuk mengharapkan profesionalitas guru-guru di Indonesia.
Ada beberapa hal dalam UU Guru dan Dosen yang sampai saat ini masih hangat dibicarakan, hal-hal tersebut adalah :
a. Standardisasi.
- Standardisasi penyelenggaraan pendidikan.
Sampai saat ini cukup banyak penyelenggara pendidikan (yayasan-yayasan) yang tidak jelas keberadaannya. Dalam pelaksanaanya banyak lembaga pendidikan yang belum memenuhi standar mutu pelayanan pendidikan dan standart mutu pendidikan yang diharapkan. Hal ini disebabkan yayasan-yayasan tersebut terkesan memaksakan diri untuk mendirikan lembaga pendidikan, sehingga banyak lembaga pendidikan yang tidak layak, karena sarana dan prasarana pendidikan yang jauh dari memadai, guru yang tidak kompeten, organisasi yang tidak dikelola dengan baik dll. Penyelenggara pendidikan seperti diatas jumlahnya cukup besar di indonesia. Dengan lahirnya UU Guru dan Dosen diharapkan dapat menjadi acuan untuk memperbaiki kualitas mutu pelayanan pendidikan di masyarakat baik itu negeri maupun swasta.
- Standardisasi kompetensi guru.
Hal ini akan tercantum pada pasal 8 UU Guru dan Dosen yang menjelaskan tentang Sertifikat Profesi Pendidik.
Pasal 8 menyebutkan : ”Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Banyak pihak mengkhawatirkan program sertifikasi ini (yang diselenggarakan oleh LPTK) nantinya akan menimbulkan masalah baru di dunia pendidikan, terutama yang mengarah pada terciptanya lembaga yang menjadi sarang kolusi dan korupsi baru. Yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi pendidikan bangsa.
Sedang semangat dari pasal ini adalah untuk meningkatkan kompetensi pendidik itu sendiri, serta berusaha lebih menghargai profesi pendidik. Dengan sertifikasi diharapkan lebih menghargai profesi guru, dan meningkatkan mutu guru di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai langkah menjadikan guru sebagai tenaga profesional.

b. Kesejahteraan atau Tunjangan.
11 item Hak Guru yang tercantum pada pasal 14 UU Guru dan Dosen adalah bentuk penghargaan pemerintah dan masyarakat kepada guru. Untuk indikator penghasilan

guru PNS sudah diatur Pasal 15 ayat 1. Guru berhak untuk mendapatkan tunjangan, yaitu :
1. Tunjangan profesi.
2. Tunjangan Fungsional.
3. Tunjangan Khusus.
Tiga jenis tunjangan diatas diatur dalam pasal 16,17 dan 18 UU Guru dan Dosen. Tunjangan profesi diberikan kepada guru baik guru PNS ataupun guru swasta yang telah memiliki sertifikat pendidik.
Disamping tunjangan diatas, guru juga berhak untuk memperoleh ”maslahat tambahan” yang tercantum dalam pasal 19 UU Guru dan Dosen. Maslahat Tambahan tersebut meliputi :
1. Tunjangan pendidikan.
2. Asuransi pendidikan.
3. Beasiswa.
4. Penghargaan bagi guru.
5. Kemudahan bagi putra-putri guru untuk memperoleh pendidikan.
6. Pelayangan kesehatan.
7. Bentuk kesejahteraan lain.
c. Organisasi profesi dan dewan kehormatan.
Dengan lahirnya UU Guru dan Dosen ini diharapkan bida didirikan organisasi profesi yang dapat mewadahi (terutama) guru yang dapat menjalankan fungsinya sebagai orgnisasi profesi yang independen dan diharapkan dapat menjadi lembaga yang benar-benar memperjuangkan nasib guru. Demikian pula dengan dewan kehormatan yang tercipta dari organisasi profesi yang independent diharapkan menjadi penngawal pelaksanaan kode etik guru.
d. Perlindungan.
Setiap guru berhak mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan tugasnya. Perlindungan untuk guru meliputi :
1. Perlindungan hukum.
Perlindungan hukum mencakup perlindugan atas tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil.
2. Perlindungan profesi.
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pelecehan terhadap profesi serta pembatasan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
3. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Perlindungan ini mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja atau resiko lain.
UU Guru dan Dosen mungkin masih harus di perdebatkan dalam rangka memperbaikinya di masa yang akan datang. Apalagi ada beberapa hal memang tidak serta merta dapat dilaksanakan. Pemberian tunjangan kepada seluruh guru, akan sangat terganturng anggaran pemerintah. Sehingga pada saat anggaran pendidikan belum mencapai 20% dari APBN maka akan sangat sulit dilaksanakan. Demikian pula dengan program sertifikasi dll, masih memerlukan proses untuk pelaksanaan dan mencapai tujuan yang diharapkan.
Namun diharapkan dengan adanya 2 (dua) undang-undang yaitu Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Guru dan Dosen diharapkan akan memperbaiki mutu pendidikan nasional secara keseluruhan.

Rabu, 21 Oktober 2009

Profesi Pendidik

MEMBANGUN KEMANDIRIAN
DALAM PENGEMBANGAN PROFESI PENDIDIK

A. P E N D A H U L U A N

Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi kehidupan manusia, pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas manusia dalam bentuk meningkatnya kompetensi kognitif, afektif, maupun psikomotor. Masalah yang dihadapi dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas kehidupan sangat kompleks, banyak faktor yang harus dipertimbangkan karena pengaruhnya pada kehidupan manusia tidak dapat diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas Sumberdaya manusia suatu bangsa. Bagi suatu bangsa pendidikan merupakan hal yang sangat penting, dengan pendidikan manusia menjadi lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan, dengan pendidikan manusia juga akan mampu mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Oleh karena itu membangun pendidikan menjadi suatu keharusan, baik dilihat dari perspektif internal (kehidupan intern bangsa) maupun dalam perspektif eksternal (kaitannya dengan kehidupan bangsa-bangsa lain)

Menurut Undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari pengertian tersebut dapatlah dimengerti bahwa pendidikan merupakan suatu usaha atau aktivitas untuk membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam berbagai aspeknya baik intelektual, sosial, emosional maupun spiritual, trampil serta berkepribadian dan dapat berprilaku dengan dihiasi akhlak mulia. Ini berarti bahwa dengan pendidikan diharapkan dapat terwujud suatu kualitas manusia yang baik dalam seluruh dimensinya, baik dimensi intelektual, emosional, maupun spiritual yang nantinya mampu mengisi kehidupannya secara produktif bagi kepentingan dirinya dan masyarakat.

Pengertian tersebut menggambarkan bahwa pendidikan merupakan pengkondisian situasi pembelajaran bagi peserta didik guna memungkinkan mereka mempunyai kompetensi-kompetensi yang dapat bermanfaat bagi kehidupan dirinya sendiri maupun masyarakat. Hal ini sejalan dengan fungsi pendidikan yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pasal 3).

Salah satu faktor yang amat menentukan dalam upaya meningkatkan kualitas SDM melalui Pendidikan adalah tenaga Pendidik (Guru/Dosen), melalui mereka pendidikan diimplementasikan dalam tataran mikro, ini berarti bahwa bagaimana kualitas pendidikan dan hasil pembelajaran akan terletak pada bagaimana pendidik melaksanakan tugasnya secara profesional serta dilandasi oleh nilai-nilai dasar kehidupan yang tidak sekedar nilai materil namun juga nilai-nilai transenden ysng dapat mengilhami pada proses pendidikan ke arah suatu kondisi ideal dan bermakna bagi kebahagiaan hidup peserta didik, pendidik serta masyarakat secara keseluruhan.

Dengan demikian, nampak bahwa Pendidik diharapkan mempunyai pengaruh yang signifikan pada pembentukan sumberdaya manusia (human capital) dalam aspek kognitif, afektif maupun keterampilan, baik dalam aspek fisik, mental maupun spiritual. Hal ini jelas menuntut kualitas penyelenggaraan pendidikan yang baik serta pendidik yang profesional, agar kualitas hasil pendidikan dapat benar-benar berperan optimal dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pendidik dituntut untuk selalu memperbaiki, mengembangkan diri dalam membangun dunia pendidikan.

Dengan mengingat berat dan kompleksnya membangun pendidikan, adalah sangat penting untuk melakukan upaya-upaya guna mendorong dan memberdayakan tenaga pendidik untuk makin profesional serta mendorong masyarakat berpartisipasi aktif dalam memberikan ruang bagi pendidik untuk mengaktualisasikan dirinya dalam rangka membangun pendidikan, hal ini tidak lain dimaksudkan untuk menjadikan upaya membangun pendidikan kokoh, serta mampu untuk terus mensrus melakukan perbaikan kearah yang lebih berkualitas.

B. MEMBANGUN KEMANDIRIAN DALAM PENGEMBANGAN PROFESI PENDIDIK

Profesi pendidik merupakan profesi yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, hal ini tidak lain karena posisi pendidikan yang sangat penting dalam konteks kehidupan bangsa. Pendidik merupakan unsur dominan dalam suatu proses pendidikan, sehingga kualitas pendidikan banyak ditentukan oleh kualitas pendidik dalam menjalankan peran dan tugasnya di masyarakat

Dengan mengingat hal tersebut, maka jelas bahwa upaya-upaya untuk terus mengembangkan profesi pendidik (Guru) menjadi suatu syarat mutlak bagi kemajuan suatu bangsa, meningkatnya kualitas pendidik akan mendorong pada peningkatan kualitas pendidikan baik proses maupun hasilnya.

1. Pengembangan profesi Pendidik/Guru

Dalam konteks Indonesia dewasa ini, nampak kecenderungan makin menguatnya upaya pemerintah untuk terus mengembangkan profesi pendidik sebagai profesi yang kuat dan dihormati sejajar dengan profesi lainnya yang sudah lama berkembang, hal ini terlihat dari lahirnya UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-undang ini jelas menggambarkan bagaimana pemerintah mencoba mengembangkan profesi pendidik melalui perlindungan hukum dengan standard tertentu yang diharapkan dapat mendorong pengembangan profesi pendidik.

Perlindungan hukum memang diperlukan terutama secara sosial agar civil effect dari profesi pendidik mendapat pengakuan yang memadai, namun hal itu tidak serta-merta menjamin berkembangnya profesi pendidik secara individu, sebab dalam konteks individu justru kemampuan untuk mengembangkan diri sendiri menjadi hal yang paling utama yang dapat memperkuat profesi pendidik. Oleh karena itu upaya untuk terus memberdayakannya merupakan suatu keharusan agar kemampuan pengembangan diri para pendidik makin meningkat.

Dengan demikian, dapatlah difahami bahwa meskipun perlindungan hukum itu penting, namun pengembangan diri sendiri lebih penting dan strategis dalam upaya pengembangan profesi, ini didasarkan beberapa alasan yaitu :

· Perlindungan hukum penting dalam menciptakan kondisi dasar bagi penguatan profesi pendidik, namun tidak dapat menjadikan substansi pengembangan profesi pendidik otomatis terjadi

· Perlindungan hukum dapat memberikan kekuasan legal (legal power) pada pendidik, namun akan sulit menumbuhkan profesi pendidik dalam pelaksanaan peran dan tugasnya di bidang pendidikan

· Pengembangan diri sendiri dapat menjadikan profesi pendidik sadar dan terus memberdayakan diri sendiri dalam meningkatkan kemampuan berkaitan dengan peran dan tugasnya di bidang pendidikan

· Pengembangan diri sendiri dapat memberikan kekuasaan keahlian (expert power) pada pendidik, sehingga dapat menjadikan pendidik sebagai profesi yang kuat dan penting dalam proses pendidikan bangsa.

Oleh karena itu, pendidik mesti terus berupaya untuk mengembangkan diri sendiri agar dalam menjalankan peran dan tugasnya dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi kepentingan pembangunan bangsa yang maju dan bermoral sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

2. Strategi Pengembangan profesi Pendidik/Guru

Mengemengembangan profesi tenaga pendidik bukan sesuatu yang mudah, hal ini disebabkan banyak faktor yang dapat mempengaruhinya, untuk itu pencermatan lingkungan dimana pengembangan itu dilakukan menjadi penting, terutama bila faktor tersebut dapat menghalangi upaya pengembangan tenaga pendidik. Dalam hubungan ini, faktor birokrasi, khususnya birokrasi pendidikan sering kurang/tidak mendukung bagi terciptanya suasana yang kondusif untuk pengembangan profesi tenaga pendidik.

Sebenarnya, jika mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendidikan, birokrasi harus memberikan ruang dan mendukung proses pengembangan profesi tenaga pendidik, namun sistem birokrasi kita yang cenderung minta dilayani telah cukup berakar, sehingga peran ideal sebagaimana dituntun oleh peraturan perundang-undangan masih jauh dari terwujud.

Dengan mengingat hal tersebut, maka diperlukan strategi yang tepat dalam upaya menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan profesi tenaga pendidik, situasi kondusif ini jelas amat diperlukan oleh tenaga pendidik untuk dapat mengembangkan diri sendiri kearah profesionilisme pendidik. Dalam hal ini, terdapat beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi pengembangan profesi pendidik, yaitu :

· Strategi perubahan paradigma. Strategi ini dimulai dengan mengubah paradigma birokasi agar menjadi mampu mengembangkan diri sendiri sebagai institusi yang berorientasi pelayanan, bukan dilayani.

· Strategi debirokratisasi. Strategi ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkatan birokrasi yang dapat menghambat pada pengembangan diri pendidik

Strategi tersebut di atas memerlukan metode operasional agar dapat dilaksanakan, strategi perubahan paradigma dapat dilakukan melalui pembinaan guna menumbuhkan penyadaran akan peran dan fungsi birokrasi dalam kontek pelayanan masyarakat, sementara strategi debirokratisasi dapa dilakukan dengan cara mengurang dan menyederhanakan berbagai prosedur yang dapat menjadi hambatan bagi pengembangan diri tenaga pendidik serta menyulitkan pelayanan bagi masyarakat.

3. Pengembangan profesi tenaga pendidik dan arah perkembangan pendidikan di Indonesia

Banyak pakar yang menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia masih rendah dan ketinggalan, banyak faktor penyebabnya, dari mulai masalah anggara pendidikan yang kecil, sistem pendidikan yang masih perlu diperbaiki, sosial budaya masyarakat serta hambatan dalam implementasi kebijakan, namun yang jelas ini menunjukan bahwa masih diperlukannya kerja keras dalam membangun pendidikan di Indonesia guna mengejar ketertinggalannya dari negara lain.

Pada tataran makro, ketertinggalan dalam bidang pendidikan merupakan cerminan dari kebijakan nasional pendidikan, meskipun dalam tingkat praktisnya aspek kelemahan terjadi juga dalam implementasi kebijakan, sehingga meskipun kebijakan secara ideal mengarah pada upaya peningkatan kualitas pendidikan, namun implementasi dilapangan sering terjadi distorsi yang dapat mengurangi efektivitas pencapaian tujuan kebijakan itu sendiri.

Selain itu pandangan masyarakat yang mencerminkan nilai sosial budaya yang ada menunjukan arah yang kurang kondusif bagi peningkatan kualitas pendidikan, seperti pandangan bahwa mengikuti pendidikan hanya untuk jadi pegawai, pandangan ini akan mendorong pada pendekatan pragmatis dalam melihat pendidikan, dan ini tentu saja memerlukan kesadaran sosial dan kesadaran budaya yang berbeda dalam melihat outcome pendidikan. Pendidikan harus dipandang sebagai upaya peningkatan kualitas manusia untuk berkiprah dalam berbagai bidang kehidupan, menjadi pegawai harus dipandang sebagai salah satu alternatif pilihan yang setara dengan pilihan untuk bidang-bidang pekerjaan lainnya, sehingga keterlibatan manusia terdidik dalam berbagai bidang kehidupan dan pekerjaan akan mendorong keseimbangan dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih baik dan berkualitas.

Berbagai bidang kehidupan di Indonesia ini banyak sekali, wilayah lautan, kesuburan tanah jelas dapat menjada dasar bagi pemilihan bidang pekerjaan yang dapat diambil oleh manusia terdidik, sehingga fokus untuk menjadi pegawai (lebih sempit lagi pegawai negeri) jelas merupakan sikap yang mempersempit bidang kehidupan, padahal bidang kehidupan itu sendiri sangat beragam, dan bagi bangsa Indonesia, potensi yang ada jelas memungkinkan manusia terdidik untuk berperan di dalamnya.

Dengan melihat hal tersebut, jelas bahwa peran pemerintah sangat besar dalam terbentuknya kondisi yang demikian, pengembangan sekolah yang kurang/tidak mengacu pada potensi yang dimiliki bangsa jelas berakibat pada timpangnya pemilihan peserta didik dalam memilih bidang pekerjaan/kehidupan, sehingga menjadi pegawai dianggap sebagai suatu pilihan yang paling tepat, meskipun bidang lain sebenarnya banyak menjanjikan bagi peningkatan kualitas kehidupan. Kondisi ini memang punya kaitan dengan kultur yang diciptakan penjajah Belanda, dimana mereka membuka sekolah untuk mendidik manusia menjadi pegawai (ambtenaar) rendahan yang diperlukan oleh Penjajah. Namun demikian upaya pembangunan pendidikan nasional sejak jaman kemerdekaan jelas mestinya telah mampu merubah cara berfikir demikian, hal ini tentu saja dapat terjadi jika pembangunan pendidikan nasional selalu mengacu pada potensi luhur yang dimiliki bangsa Indonesia.

Dalam kondisi ketertinggalan serta arah pendidikan yang tidak/kurang mempertimbangkan potensi luhur bangsa, peran tenaga pendidik menjadi sangat penting dan menentukan dalam tataran mikro pendidikan (Sekolah, Kelas). Untuk itu pengembangan diri sendiri tenaga pendidik akan menjadi landasan bagi penumbuhan kesadaran pada peserta didik tentang perlunya berusaha terus meningkatkan kualitas pendidikan diri serta mengarahkan nya pada kesadaran untuk melihat dan memanfaatkan potensi luhur bangsa dalam mengisi kehidupan kelak sesudah selesai mengikuti pendidikan.

Oleh karena itu pengembangan profesi pendidik akan memberi dampak besar bagi peningkatan kualita pendidikan yang sekarang masih tertinggal, serta memberi arah yang tepat pada peserta didik dalam berperan di masyarakat untuk ikut bersama masyarakat dalam membangun bangsa

4. Pengembangan profesi tenaga pendidik berbasis kemandirian dan marketing

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan profesi tenaga pendidik merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan serta arah pendidikan agar sesuai dengan potensi luhur yang dimiliki bangsa. Untuk itu pengembangannya perlu didasarkan pada kemandirian dan marketing. Kemandirian dimaksudkan agar dapat tumbuh kepercayaan diri pada tenaga pendidik atas kemampuan serta peranannya yang penting dalam pembangunan bangsa, sedangkan marketing dimaksudkan agar tenaga pendidik dapat menawarkan ide-idenya dengan epat sehingga dapat diterima oleh masyarakat, khususnya peserta didik.

Kemandirian pada dasarnya merupakan kemampuan untuk berani dalam mewujudkan apa yang menjadi keyakinannya dengan dasar keakhlian, kemandirian akan menjadi dasar yang memungkinkan seseorang mampu mengaktualisasikan dirinya. Oleh karena itu kemandirianmenjadi amat penting dalam konteks pengembangan profesi tenaga pendidik. Dengan kemandirian tenaga pendidik dapat lebih berani melakukan hal-hal yang inovatif dan kreatif sehingga proses pendidikan/pembelajaran akan lebih mendorong siswa untuk makin menyukai dan rajin belajar sehingga hal ini akan mendorong pada peningkatan kualitas pendidikan.

Selain basis budaya kemandirian, basis marketing juga perlu mendapat perhatian, ini dimaksudkan agar upaya-upaya pembangunan pendidikan tidak dilakukan asal saja, tetapi tetap memperhatikan aspek marketing, dimana salah satu hal yang penting di dalamnya adalah kualitas. Pengembanganprofesi tenaga pendidik jelas perlu memperhatikanaspek kualitas mengingat perkembangan persaingan dewasa ini menuntut upaya untuk terus menerus meningkatkan kualitas pendidikan baik dalam proses maupun hasilnya.

5. Pengembangan profesi tenaga pendidik dan pendorong inovasi

Pengembangan profesi tenaga pendidik pada dasarnya hanya akan berhasil dengan baik apabila dampaknya dapat menumbuhkan sikap inovatif. Sikap inovatif ini kan makin memperkuat kemampuan profesional tenaga pendidik, untuk itu menurut Prof Idochi diperlukan tujuh pelajar guna mendorong tenaga pendidik bersikaf inovatif serta dapat dan mau melakukan inovasi, ketujuh pelajaran itu adalah sebagai berikut :

· Belajar kreatif

· Belajar seperti kupu-kupu

· Belajar keindahan dunia dan indahnya jadi pendidik

· Belajar mulai dari yang sederhana dan konkrit

· Belajar rotasi kehidupan

· Belajar koordinasi dengan orang profesional

· Belajar ke luar dengan kesatuan fikiran

Tujuh pelajaran sebagaimana dikemukakan di atas merupakan pelajaran penting bagi tenaga pendidik dalam upaya mengembangkan diri sendiri menjadi orang profesional. Dalam kaitan ini, ketujuh pelajaran tersebut membentuk suatu keterpaduan dan saling terkait dalam membentuk tenaga pendidik yang profesional dan inovatif.

Belajar kreatif adalah belajar dengan berbagai cara baru untuk mendapatkan pengetahuan baru, belajar kreatif menuntut upaya-upaya untuk terus mencari, dan dalam hal ini bercermin pada kupu-kupu amat penting, mengingat kupu-kupu selalu peka dengan sari yang ada pada bunga serta selalu berupaya untuk mencari dan menjangkaunya. Dengan belajar yang demikian, maka sekaligus juga belajar tentang keindahan dunia, dan bagian dari keindahan dunia ini adalah keindahaan indahnya jadi pendidik. Pendidik adalah perancang masa depan siswa, dan sebagai perancang yang profesional, maka tenaga pendidik menginginkan dan berusaha untuk membentuk peserta didik lebih baik dan lebih berkualitas dalam mengisi kehidupannya di masa depan.

Untukdapat melakukan hal tersebut di atas, maka tenaga pendidik perlu memulainya dariyang kecil dan konkrit, dengan tetap berfikir besar. Mulai dari yang kecil pada tataran mikro melalui pembelajaran di kelas, maka guru sebagai tenaga pendidik sebenarnya sedang mengukir mas depan manusia, masa depan bangsa, dan ini jelas akan menentukan kualitas kehidupan manusia di masa yang akan datang. Dalam upaya tersebut pendidik juga perlu menyadari bahwa dalam kehidupan selalu ada perputaran atau rotasi, kesadaran ini dapat menumbuhkan semangat untuk terus berupaya mencari berbagai kemungkanan untuk menjadikan rotasi kehidupan itu sebagai suatu hikmah yang perlu disikapi dengan upaya yang ebih baik dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik.

Dalam upaya untuk memperkuat ke profesionalan sebagai tenaga pendidik, maka diperlukan upaya untuk selalu berhubungan dan berkoordinasi dengan orang profesioanal dalam berbagai bidang, khususnya profesional bidang pendidikan. Dengan cara ini maka pembaharuan pengetahuan berkaitan dengan profesi pendidik akan terus terjaga melalui komunikasi dengan orang profesional, belajar koordinasi ini juga akan membawa pada tumbuhnya kesatuan fikiran dalam upaya untuk membengun pendidikan guna mengejar ketinggalan serta meluruskan arah pendidikan yang sesuai dengan nilai luhur bangsa.

C. K E S I M P U L A N

Setelah mengikuti uraian terdahulu, berikut ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut :

· Pembangunan untuk meningkatkan kualitas pendidikan memerlukan dukungan banyak faktor, salah satu faktor penting, bahkan terpenting, adalah peran tenaga pendidik yang sangat menentukan dalam peningkatan kualitas pendidikan tersebut.

· Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengembangkan profesi tenaga pendidik agar semakin berkualitas sehingga dapat berperan lebih produktif dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan.

· Dalam pengembangan profesi tenaga pendidik sebagai perancang masa depan, hal yang penting adalah membangun kemandirian di kalangan tenaga pendidik sehingga dapat lebih mampu untuk mengaktualisasikan dirinya guna mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Dalam hubungan ini tujuh pelajaran seperti yang diikemukakan oleh Prof Idochi dapat menjadi dasar pengembangan tersebut, sehingga dapat tumbuh sikap inovatif tenaga pendidik/pendidikan dalam melaksanakan peran dan tugasnya mendidik masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik dan berkualitas.

----------------
Inovasi Pendidikan

Pengertian Inovasi Pendidikan

· Inovasi adalah an idea, practice or object thatperceived as new by an individual or other unit of adoption. Menurut Prof. Azis Inovasi berarti mengintrodusir suatu gagasan maupun teknologi baru, inovasi merupakan genus dari change yang berarti perubahan. Inovasi dapat berupa ide, proses dan produk dalam berbagai bidang. Contoh bidangnya adalah :

o Managerial

o Teknologi

o Kurikulum

· Menurut Miles karakteristik inovasi adalah

o Deliberate

o Novel

o Specific

o Direction to goal attaintment

· Aspek pokok yang mempengaruhi inovasi adalah :

o Struktur

o Prosedur

o Personal

Inovasi yang berbentuk metode dapat berdampak pada perbaikan, meningkatkan kualitas pendidikan serta sebagai alat atau cara baru dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pendidikan. Dengan demikian metode baru atau cara baru dalam melaksanakan metode yang ada seperti dalam proses pembelajaran dapat menjadi suatu upaya meningkatkan efektivitas pembelajaran.

Sementara itu inovasi dalam teknologi juga perlu diperhatikan mengingat banyak hasil-hasil teknologi yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, seperti penggunaannya untuk teknologi pembelajaran, prosedur supervise serta pengelolaan informasi pendidikan yang dapat meningkatkan efisiensi pelaksanaan pendidikan.

· Praktisi Pendidikan dapat dikelompokan ke dalam :

1. Administrator terdiri dari :

   1.

         1. Principal
         2. Superintendent

   2. Teacher

· Dalam hal penerimaan atau sikap terhadap perubahan dua kelompok ini mempunyai pandangan dan sikap yang tidak selalu sama, karena peran yang dimainkan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan berbeda dan lingkungan kerja yang sering dijalani masing-masing juga berbeda

· Menurut Ernest R House, dalam pendidikan Administrator (Kepala dan Pengawas lebih mudah menerima inovasi disbanding guru karena :

1. Sosial interaction inhibit diffusion across professional boundaries

2. Teacher remain isolated in classroom which does not enhance the diffusion of new idea within the profession

3. Never adopt innovation as a whole, only bits and pieces

4. Passive adopter

· Dalam konteks Indonesia, inovasi pendidikan umumnya merupakan suatu gerakan yang bersifat top down,dalam arti inisiatif dalam melakukan inovasi selalu dating dari pihak pemerintah
Proses Inovasi

Proses Inovasi berkaitan dengan bagaimana suatu inovasi itu terjadi, di sini ada unsure keputusan yang mendasarinya, oleh karena itu proses inovasi dapat dimaknai sebagai proses keputusan Inovasi (Innovation decision Process). Menurut Everett M Rogers proses keputusan inovasi adalah the process through which abn individual (or other decision making unit) passes from first knowledge of an innovation,to forming an attitude toward the innovation, to a decision to adopt or reject, to implementation of the new ide, and to confirmation of this decision

Prinsip-prinsip Komunikasi dalam proses inovasi

1. Mass media lebih penting/efektif pada tahap Knowledge

2. Komunikasi interpersonal lebih penting/efektif pada tahap Persuasion

3. Mass media lebih penting/efektif untuk adopter pemula

Atribut Dan Sumber-Sumber Inovasi

* Terdapat lima atribut inovasi :

1. Relative Advantage

2. Compatibility

3. Complexity

4. Trialibility

5. Observability

* Penjelasan :

1. Kondisi dimana inovasi dipandang lebih baik dari ide sebelumnya,yang nampak dari keuntungan ekonomis, pemberian status, atau cara lainnya

2. Keadaan dimana suatu inovasi dipandang konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan potensil adopter, atau inovasi itu dipandang sesuai dengan : 1) Socio cultural value and belief; 2) Previously introduces idea; 3) Clients needs for innovation

3. Keadaan dimana inivasi dipandang secara relative sulit difahami dan digunakan. Keadaan ini berpengaruh negatif terhadap tingkat adopsi.

4. Keadaan dimana suatu inovasi dapat diuji secara terbatas, kondisi ini berhubungan positif dengan tingkat adopsi.

5. Keadaan dimana hasil suatu inovasi dapat dilihat orang lain. Kondisi ini berhubungan secara positif dengan tingkat adopsi

* Disamping hal tersebut di atas tingkat adopsi juga dipengaruhi oleh :

1. Tipe keputusaninovasi (optional, kolektif, otoritas)

   1. Communication (Saluran komunikasi)
   2. Nature of Sosial system ( Norma, tingkat hubungan sosial)
   3. Extent of Change agents (upaya promosi)

Keinovatifan Dan Kategori Penerima Inovasi

Keinovatifan (Innovativeness) adalah the degree to which an individual or other onit of adoption is relativelyearlier in adopting new ideas than other member of a system (Everett M Roger)

* Kategori Adopter :

   1. Innovator
   2. Early adopter
   3. Early majority
   4. Late majority
   5. Laggards

* Ciri-cirinya :

   1. Innovator :

o Very eager to try new ideas

o Desire the hazardous, the rash, thedaring, risky

o Kosmopolitan

   1. Early adopter

o Lokalist

o Has the greater degree of opinion leader (berperan to decrease uncertainty about new idea by adopting it)

   1. Early Majority

o Deliberate before adopting a new idea

o Follow with deliberate willingness in adopting innovation, seldom lead

   1. Late majority

o Adopt after average number of sosial system

o Approach innovation with skeptical

   1. Laggards

o Reference to the past, including in decision making

o Traditional

o Suspicious to innovation and change agen